Blogroll

Sabtu, 14 Juni 2014

Panorama Cantik di Kegelapan

Hae Blogger, i have something new experience to share. Actually, i'm not a backpacker or traveler anymore, hanya memanfaatkan kesempatan, waktu dan uang seadanya untuk sekedar ngikutin kemana kaki ini pengen pergi.ahahha

Ini postingan udah ngangkut di draft selama setahun, persis bulan Juni tahun kemarin. Kalo kemaren-kemaren saya sharing tentang panasnya di pesisir pantai atau dinginnya di puncak gunung, kali ini saya mau cerita tentang menelusuri panorama keindahan didalam kegelapan, tsssaaahhhhh gile bahasanya..

Kali ini saya punya pengalaman baru, caving. Yak, kalian mungkin pernah denger tentang caving atau susur goa ini. Kegiatan outdoor menyusuri goa dengan medan vertikal dan horizontal. Berawal dari seorang teman yang cerita soal pengalaman dia caving. Akhirnya saya penasaran dan banyak bertanya. Mengenai lokasi tempatnya, biayanya, dan lain sebagainya. Saya dan para rumputpun kemudian berencana untuk melakukan caving ini.

Sekitar awal bulan Juni 2013 kami akhirnya bisa melakukan penyusuran. Berlokasi di Sukabumi, goa ini dinamakan Goa Buniayu. Saya penasaran kenapa namanya harus Buniayu, sang guide menjelaskan ternyata Buniayu itu berasal dari bahasa jawa dan sunda, Buni (bahasa sunda) yang dalam bahasa Indonesia berarti tersembunyi, sementara Ayu (bahasa jawa) yang dalam bahasa Indonesia berarti cantik. Jadi Buniayu berarti kecantikan yang tersembunyi. Tentu, karena kecantikan ini letaknya tidak terbuka, namun tersembunyi didalam bumi ini.

Oia, untuk melakukan kegiatan caving ini kita harus booking dulu. Karena quota tiap harinya terbatas, disesuaikan dengan jumlah guide yang ada. Pada saat itu saya mendapat kenalan dari teman, namanya Bang Bobi. Beliau akan menemani kami selama disana.

Rabu malam Saya, Abang, Nur dan Ghilman janjian di Terminal Kp. Rambutan, sementara Cumi menunggu di Ciawi. Kenapa Rabu malam, karena besok hari Kamis adalah tanggal merah dan long weekend (long weekend tidak berlaku untuk saya). Sekitar pukul 11 malam kami baru berkumpul, dan ternyata bis menuju Ciawi sudah tidak ada akhirnya dengan berat hati kami menggunakan taxi (gaya bangetlah ). Jalanan cukup lancar, mungkin karena malam sudah larut. Sampai di Ciawi sekitar pukul 12, bertemu dengan Cumi dan memutuskan untuk sekedar mengganjal perut diwarung kopi. Dari Ciawi kami baru menuju terminal Sukabumi, bertemu dengan Bang Bobi.

Sekitar pukul 1 dinihari kami sampai di terminal Sukabumi. Disana sudah ada teman Abang yang akan mengantar kami ke lokasi caving. Jaraknya cukup jauh dan sepi, juga ternyata sangat gelap. Namun siapa sangka setelah kami melewati medan gelap tersebut terdapat pemukiman didalamnya. Sekitar pukul setengah 3 kami sampai. Gelap. Sepi. Lalu bang Bobi mengajak kami ke rumah Kang Inoy, katanya kita menginap disana. Kang Inoy sangat baik, beliau mempersilakan kami untuk beristirahat disana menunggu pagi.

Rencananya nanti pagi kami akan mulai melakukan penyusuran. Malam itu dingin sekali, Saya dan Nur tidur dikasur didalam kamar sementara yang lain tidur ditengah rumah. Menjelang subuh terdengar suara hujan membangunkan, kami shalat subuh lalu kemudian membiarkan tubuh ini tertidur kembali. Diluar sana masih hujan, Kang Inoy bilang berbahaya kalau memaksakan untuk tetap melakukan penyusuran. Air sungai bisa tiba-tiba meluap dan masuk kedalam goa tanpa sepengetahuan. Saya sedikit manyun, karena saya hanya punya waktu satu hari itu saja, besok saya harus bekerja kembali mencari sebongkah berlian (ngok). Pagi itu kami memutuskan untuk sarapan dahulu, istri Kang Inoy sudah membuatkan nasi goreng yang super duper enak, membuat yang lain nambah (plis ini sarapan gais, secukupnya aja).

welcome to buniayu cave

pemandangan sekitar basecamp

pemandangan sekitar basecamp

Menjelang pukul 9 pagi masih gerimis. Kang Inoy tidak mau ambil resiko, tetapi beliau mungkin kasihan melihat saya yang sudah merengek (ala-ala perempuan). Akhirnya kami dibawa ke basecamp. Disana terdapat penginapan dari bamboo, sengaja dibuat untuk para tamu yang datang jauh (bayar tapi gak geratis). Pukul 11 hujan mulai mereda. Saya tersenyum sambil melirik Kang Inoy. “besok lagi ajalah neng” ucap Kang inoy sembari mengedipkan mata kepada teman-teman saya, merekapun meng-iyakan. Sementara saya menggerutu dan langsung cemberut. “yaudah atuh sok masuk kesana pilih baju sama sepatu yang pas” kata Kang Inoy. Sayapun tersenyum, akhirnya bisa caving hari ini juga Alhamdulillah.
penginapan saung bambu

warning!!!


depan basecamp


Warepack, sepatu boot, helm, dan headlamp sudah kami kenakan. Berbekal daypack berisi makanan dan minuman yang dibawa oleh Abang. Handphone sudah saya masukan plastic untuk dokumentasi. Oke let’s go, kami siap untuk menyusuri goa.

lebih mirip petugas kebersihan kayaknya ya?

ready to caving

Dari basecamp kami berjalan sekitar 15 menit menuju pintu masuk. Disana sudah ada para guide dan rombongan yang lainnya. Untuk masuk kedalam goa kami harus melakukan rappelling vertical (teknik menuruni tebing). Setelah memakai sit harness (safety yang dipakai membentuk celana dalam, menggunakan carrabinner untuk menahan beban), satu persatu dari kami mulai memasuki mulut goa. Kurang lebih kedalamannya 15m, cukup membuat jantung dugdugser ketika tubuh ini mulai terhempas kebawah. Dan ketika giliran saya sampai di dalam goa, wow saya tercengang. Subhanallah, indah sekali. Batuan stalagtit dan stalagmite nampak terlihat jelas. Bang Bobi bilang selama penyusuran goa ini kami akan melewati 3 medan, yaitu medan basah, medan kering, dan medan berlumpur.

pintu masuk goa

pemasangan safety

pemasangan safety

mau turun nih cyyynnnnn

Medan yang pertama adalah medan basah. Berupa aliran sungai dengan arus yang cukup deras sehingga membuat kami harus lebih hati-hati dalam melangkah.  15 menit berjalan di air cukup membuat tubuh menggigil. Canda dan tawa meriuh rendah selama perjalanan. Sekitar setelah 30 menit berjalan sang guide (saya lupa namanya, kita panggil saja dia akang) meminta kami untuk beristirahat dahulu. “istirahat dulu aja ya, sok silahkan dimakan perbekalannya” ucapnya kepada kami. Kamipun membuka bekal yang kami bawa. Roti, ciki, minuman kami makan bersama. Lalu si akang berkata lagi “udah makannya? Sini ngumpul disini”, kamipun mengikutinya. “sok duduk dulu, terus matiin headlampnya” kami mengikuti instruksinya. Gelap. Hening. Hanya percikan suara air dari atas batu yang terdengar. “ini kegelapan abadi, sekarang kalian silakan renungkan, kalau saja penglihatan kalian menjadi gelap seperti ini apa yang kalian rasakan” ucap si akang. Saya pun terhanyut dalam sebuah renungan. Disini gelap. Sungguh saya tidak bisa melihat apa-apa. Saya mencoba membayangkan bagaimana rasanya jika setiap hari yang saya rasakan hanya gelap seperti ini, tidak bisa melihat sekitar, pemandangan, juga tidak bisa melihat kamuuuu, iya kamu (apasih ini mah intermezzo). Allah, terima kasih untuk mata ini. terima kasih untuk penglihatan ini. Saya bisa menikmati keindahan  yang engkau ciptakan.

jempol dulu boleehhh


cemal cemil istirahat

tetesan air
stalagmit

stalagtit

yang cantik di tempat cantik ahahahha


Kami melanjutkan perjalanan. Sekarang medannya kering. Kami banyak dijahili oleh si akang. Seru, menyenangkan, dan kami cukup puas untuk mengeluarkan tawa. Medan terakhir memasuki kawasan berlumpur. Kami cukup kesulitan untuk berjalan, karena sepatu boot kami mendelep saat menginjak. Candaan-candaanpun mulai terlontar. Kejahilan-kejahilan si akang dimulai ketika dia melemparkan lumpur ke helm kami. Bang bobi juga tidak kalah jahil, dia menaruh tumpukan lumpur diatas helm saya sehingga kepala saya keberatan dan akhirnya jengkang ke belakang. Saya rasa grup kami inilah yang paling heboh sepanjang perjalanan. Mendekati pintu keluar trek cukup sulit. Terbuat tangga dari kayu dan tambang, kami harus menaiki tangga tersebut. Namun yang menjadi sulit adalah dikarenakan medannya lumpur sehingga membuat tangga itu menjadi sangat licin.
selfie dimamana

bang bobi dan si akang

let's cave and peace maannnnnnn

trek yang rada ekstreem

trek di air, arusnya cukup deras

trek lumpur

trek lumpur


Cahaya sudah terlihat didepan sana, pintu keluar sudah mulai nampak. Untuk keluar kami tinggal menaiki anak tangga. Alhamdulillah penyusuran akhirnya selesai juga. Sekitar 3 jam kami susur goa, sekarang waktunya bersih-bersih dari kotoran lumpur yang menempel dibadan. Kami pun menuju air terjun bibijilan, sekitar 3km dari lokasi goa. Sampai disana kami membersihkan diri, segar rasanya. Lalu kemudian kami beranjak ke basecamp untuk menaruh sepatu, warepack dan helm. Terdapat kamar mandi di sekitar basecamp akhirnya kami untuk memutuskan mandi dahulu lalu kemudian kembali ke rumah Kang Inoy. Disana sudah disediakan makan, kamipun segera menyantapnya. Selepas maghrib kami pamit kepada Kang Inoy dan keluarga. Berat rasanya meninggalkan kehangatan keluarga disini. Tapi besok saya harus kembali bekerja. Kang Inoy berpesan agar dilain waktu dan kesempatan kami bisa mengunjungi mereka lagi disana, juga membawa teman-teman yang lain untuk melakukan penyusuran goa.
akhirnya si cantik keluar goa

masih tetep eksis

after caving

bebersih di curug bibijilan

well done


Terima kasih kepada Kang Inoy dan istri, terima kasih kepada akang guide, terima kasih untuk Bang bobi, terima kasih untuk rumputliarku, juga tidak lupa terima kasih kepada Allah SWT untuk selalu memberikan saya kesempatan menikmati alam ciptaanNya.
Kapan kita kemana lagi?

Estimasi biaya:
Term kp. Rambutan- Ciawi= Rp. 10.000/org
Ciawi- term. Sukabumi = Rp. 10.000/org
Term. Sukabumi-lokasi caving= Rp. 250.000 (carter angkot)
Caving+makan= Rp. 200.000/org
Cp:
Kang Inoy 085724469801
Bang Bobi 085781062131
*note
Untuk biaya caving, makan dan carter angkot bisa didiskusikan dulu dengan Kang Inoy ketika booking

Senin, 02 Juni 2014

Anjani, Bukan Hanya Sekedar Mendaki. Tapi Tentang Perjalanan Hati



Ini adalah coretan pertama saya ditahun ini. Setelah beberapa kali gagal memposting cerita perjalanan yang sebenernya ingin banget di share, tapi apadaya kalau ujung-ujungnya nyangkut di draft doang. Akhirnya dengan adanya coretan ini blog saya hidup kembali #takeadeepbreath

Masih tentang perjalanan, tentang pendakian. Tentang mimpi dan angan-angan. Tentang Anjani, yang bukan hanya sekedar mendaki. Tapi ini tentang perjalanan hati 

Disini saya akan mencoba menceritakan setiap kejadian dengan cukup singkat jelas dan padat. Berusaha untuk tidak menambah tapi mungkin akan mengurangi. Tapi ya maaf-maaf aja kalau ada yang keceletot, da aku mah apa atuh hanya makhluk manis yang berusaha mencoba menulis hahahha

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih,  kepada Allah SWT yang telah memperkenankan saya melakukan perjalanan ini. Ibu dan Bapak saya, yang selalu mendukung setiap kegiatan saya. Kepada Bapak Leader yang dengan senang hati memberikan saya izin cuti selama seminggu haha. Kepada rekan satu tim yang baik hati dan sabar menghadapi saya yang menyebalkan ini sepanjang perjalanan, Team Koyo, Kak Hilwan, Teh Rini, Acun, Cumi, Kang Adam, Kang Deri, Kang Dwi, Ghilman, Abang, Shadam dan Yoss kalian Ruarrrrrrrrr Biasaaaaaa. Sekarang saya tahu kalau kalian begitu menyayangi saya, terimakasih :)

Day 1, 24 Mei 2014 Selamat datang Rinjani
Si burung besi berhasil mengantarkan saya dan ke-12 kawan lainnya menyebrangi lautan hingga sampailah kami di Pulau Lombok, Mataram.  Dari Bandara Internasional Lombok kami masih harus menempuh perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam untuk mencapai titik awal pendakian. Saya yang pada saat itu mendapat tugas sebagai sie logistic meminta sopir elf untuk mampir sebentar ke pasar. Membeli sayuran dan bahan masakan lainnya untuk keperluan logistik tim kami selama pendakian.

Perjalanan mulai memasuki trek yang berkelok. Kalau diibaratin di Jawa Barat mah itu teh trek ke Subang, atau mungkin Ciwidey, atau bisa jadi juga Gentong (tapi gak separahu itu sih). Sepanjang perjalanan kami disambut oleh puluhan mungkin bahkan ratusan kera. Habitatnya masih asri sehingga para kera tersebut masih bebas berkeliaran di tempat asalnya. Tujuan kami adalah pintu sembalun. Sekitar pukul 3 sore waktu setempat tim kami sampai di pos pintu sembalun. Repacking lalu kemudian mencari mushala. Pukul setengah 5 kamipun siap untuk trekking. Berdoa dimulai.. .

Saya yang pada waktu itu dalam kondisi yang memang kurang fit selalu menjadi pejalan terbelakang. Emmm, maksudnya paling belakang. Nafas mulai ngos-ngosan. Keringet mulai bercucuran. Tapi entahlah, saya selalu merasa bahwa tim saya sangat amat solid. Saya yang jalan paling lama ditunggui, disemangati, bahkan sampai tas carielpun mereka bawakan. Menjelang petang kabut mulai turun. Saya yang memang sebelum berangkat  jarang olahraga, gak pernah tc udah mulai keteteran sama treknya akhirnya ditinggalin sama yang lain menuju pos1. Tinggallah saya bersama kak Hilwan, Kang Adam, Abang dan Ghilman (ingetnya cuman itu aja).
Gak bias ngalahin ngantuk. Gak bias ngalahin males. Inilah tujuan naik gunung. Bukan untuk menaklukan puncak, tapi bagaimana caranya bias menaklukan ego diri sendiri. Dan belum apa-apa saya sudah merasa kalah :(
Jalan lima langkah langsung ambruk. Dibantuin bangun lagi. Disemangatin lagi. Ingin tidur lagi. Padahal pos 1 pun belum sampai. Ya allah udah ngerasa gak kuat. Mual, pusing, dingin, baju basah sama keringet. Tapi akhirnya berkat kesabaran mereka yang menemani saya akhirnya saya bisa sampai di pos1 dengan selamat sentausa. Alhamdulillah
Sesampainya di pos1 kami sengaja tidak mendirikan camp, karena disana terdapat pendopo yang biasa digunakan untuk beristirahat. Saatnya mengisi perut yang seharian ini dibiarkan kosong. Nasi liwet, sayur sop dan rendang bekal Kang adam menjadi menu makan malam kami saat itu. Setelah perut terisi dan selesai beribadah waktunya beristirahat. Malam itu, pos1 sembalun sangat indah bertabur bintang. Semilir angin tidak membuat tidur saya terusik, justru membuat saya semakin larut dalam lelap. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

sampai di Bandara Internasional Lombok

tetep eksis di dalam elf

@basecamp sembalun

memulai perjalanan




Day 2, 25 Mei 2014 Nikmatnya bukit penyesalan
Tidur saya semalam cukup lelap. Berharap bisa mengembalikan stamina saya yang sudah anjlok. Selepas shalat subuh kami menyiapkan sarapan lalu packing. Menu makan pagi itu cukup sederhana namun ternyata mewah untuk ukuran masakan di gunung, nasi liwet dan ayam goreng. Tapi ternyata menu seenak itu tidak membangkitkan nafsu makan saya. Ah, padahal perjalanan hari ini akan cukup melelahkan. Tapi mudah-mudahan saya bisa melewati hari ini dengan baik, harap saya.

Setelah selesai packing dan berfoto, kami ber-12 siap untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan kami sekarang adalah plawangan sembalun. Estimasi waktu sebelum matahari tenggelam kita sudah sampai disana. Tapi rencana hanya sebuah rencana. Kenyataan fisik ternyata tidak mendukung, khususnya saya haha.. .

Pukul delapan pagi waktu setempat kami melanjutkan perjalanan. Saya yang memang merasa sedikit agak lambat dibanding dengan yang lain mencuri start untuk berjalan lebih dulu (walaupun pada akhirnya tetep kesusul juga). Pos 2 sudah Nampak dari kejauhan rupanya. Lagu-lagu Fiersha Besari menemani setiap langkah saya menuju Pos 2. Sementara teman-teman yang lain asyik dengan nyanyian mereka dibelakang saya. Sesampainya di pos 2 ternyata terdapat warung disamping pendopo. Yang jual ibu-ibu, Nampak mungkin separuh baya. Saya gak habis pikir gimana ceritanya si ibu bisa melewati trek hingga sampailah dia berjualan disitu. Ah, jangankan untuk memikirkan itu, saya sendiri saja sudah repot membawa diri.

 Rehat sejenak. Teh manis panas menjadi pilihan kami, karena rupanya tim kami lupa untuk membawa teh. Setelah dirasa cukup kami melanjutkan perjalanan. Abang, mengambil inisiatif untuk membawakan tas cariel saya. Katanya biar jalannya lebih cepat. Sementara Yoss membawakan tas pinggang saya. Dengan hanya bermodalkan trekking pole berharap saya bisa berjalan lebih cepat dan tidak tertinggal lagi. Tujuan kami sekarang pos 3. Trek masih cukup landai dan kadang sedikit menanjak dengan pemandangan sabana. Bukit-bukit terlihat berjejeran sementara puncak anjani masih tegak angkuh dikelilingi awan putih.

Saya masih tetap tertinggal dibelakang. Seingat saya waktu itu saya berjalan ditemani Kang Adam, Ghilman, Yoss, Acun dan Abang yang satu persatu juga melewati saya. Tersalip beberapa rombongan pendaki yang lain rupanya tidak memicu kaki saya untuk berjalan lebih cepat. Sesak. Padahal ini belum apa-apa. Didepan katanya ada 9 bukit yang harus dilewati. Para pendaki menyebutnya bukit penyesalan, katanya karena kita akan menyesal pernah mendaki Rinjani. Perlahan. Akhirnya saya sampai di pos3. Sebagian dari kami mengisi persediaan air untuk bekal di perjalanan. Saya mengambil posisi untuk beristirahat. As always and usual, saya tidak pernah bisa menahan rasa kantuk. Sejenak memejamkan mata lalu kemudian melanjutkan perjalanan. 

Saya jauh tertinggal dibelakang bersama Kak Hilwan, Kang Adam, Kang Deri dan Kang Dwi. Kang Adam bilang “ini moment langka, jadi harus dinikmati setiap waktunya” (kalau gak salah kurang lebih kalimatnya seperti itu). Santai saja, puncaknya masih disana kok gak kemana-mana. Sesaat saya merasa senang, sebagai salah satu anggota dari Adam Fans Club bisa melakukan perjalanan bersama dengan yang bersangkutan (hahaha intermezzo). Tiba-tiba perut saya berbunyi, cacing-cacing diperut ternyata mulai berdemo. Saat itu sudah tengah hari. Saya memutuskan untuk mengganjal perut yang lapar ini dengan buah apel yang saya bawa. Satu buah apel dimakan berlima, nyangkut doang di tenggorokan, Alhamdulillah. 

Benar-benar perjalanan yang santai. 15 menit berjalan kemudian istirahat, tidur. Terus seperti itu sampai akhirnya kami menemukan tempat yang benar-benar pewe untuk dijadikan lapak untuk tidur siang. Sudah tidak terhitung berapa puluh rombongan pendaki yang sudah melewati kami. Berapa puluh porter juga yang dengan cepat berjalan menuju plawangan. Hanya dengan memakai sandal japit sambil menanggung beban barang bawaan pendaki, tak kenal lelah dan malah menyemangati kami. Lelap, nikmat. Bahkan kata Kang Dwi kami tertidur hingga mendengkur haha. 

Bukit penyesalan. Lebih tepat mungkin kalau dikasih nama bukit penyiksaan. Ya Tuhan ini udah ingin nangis banget kenapa tanjakannya gak berhenti-berhenti. Kami para pendaki diberi harapan palsu. Dikira udah habis tanjakannya, ternyata didepan masih nungguin bukit selanjutnya. Sampai di bukit ke-6, yang katanya ini bukit paling panjang dan ngeselin. Kebukti, perasaan udah lama banget jalan tapi gak nyampe-nyampe ujungnya. Akhirnya kami memutuskan untuk shalat dahulu, menjama shalat dzuhur yang sudah terlewat dengan shalat ashar.  Perjalananpun kami lanjutkan.

Matahari mulai kembali ke peraduannya. Jingga mulai merona. Senja di Lombok Utara bisa saya saksikan di atas ketinggian ini. Mata kami sedang dimanjakan, sayang kalau dilewatkan. Beberapa gambarpun kami ambil, moment langka. Kami merasa berpijak semakin tinggi, tapi saya merasa kalau Anjani semakin menjauh. Memasuki bukit terakhir, vegetasi lebih rapat oleh pepohonan tinggi. Siapa bilang kalau bukit ke-6 itu paling panjang, saya rasa bukit terakhir inilah yang paling melelahkan. Sisa-sisa tenaga saya sudah hampir dibatas maksimalnya saya rasa. Saya mulai batuk-batuk, udara semakin dingin akhirnya membuat saya harus memakai jaket. Perlahan saya mencoba untuk terus berjalan, tapi rasa mual menghentikan langkah saya seketika. Saya muntah. Tidak ada yang keluar selain cairan lambung. Pahit (tapi lebih pahit mengenang masa lalu kayaknya haha). Saat itu saya hanya bersama Kang Adam dan Kak Hilwan, yang lain mungkin sudah sampai camp. Saya terdiam sejenak, tiba-tiba bertanya pada diri sendiri “naik gunung sampe repotnya sebegini amat ngapain sih diyana?”. Lamunan saya buyar ketika seorang pendaki bertanya pada Kak Hilwan mengenai kondisi saya saat itu, “kenapa mas mbaknya? Masuk angin?”, Kak Hilwan mengiyakan. Lalu mas-mas itu berkata lagi, “dibalur dulu aja, ini saya ada counterpain bias dipakai gak ya?”, seketika ingin teriak depan mukanya “woy gue muntah-muntah nih bukan keseleo”. Antara kesel dan ingin ketawa dengernya, tapi ah yasyudalah. Sayapun melanjutkan perjalanan. Plawangan sembalun kala itu sudah ramai, ramai sekali. Tenda mulai berjejeran. Senyum saya mulai merekah ketika mulai mendekati camp dan mendapati teman-teman yang lainnya bercengkrama. Oia, tadi saya dijemput oleh Abang dan Yoss, mereka bilang “ayo diy bentar lagi nyampe camp, udah disediain makanan loh banyak”, tapi kenyataannya setelah sampai camp masih pada sibuk masak haha. Saya langsung nimbrung di camp, masuk tenda lalu rebahan. Membiarkan yang lain asyik diluar tenda, dan membiarkan Teh Rini masak sendiri. Hehe maaf ya teh. Waktu makan tiba, tapi saya makan hanya sedikit, masih mual soalnya takut muntah lagi kalau dipaksakan. Selesai makan kami bercanda, tertawa terbahak, sampai-sampai di tegor porter tenda sebelah “mas-mas tolong ya jangan berisik tamu saya mau istirahat” haha. Andai kalian tahu, melakukan perjalanan dengan tim ini tuh gak pernah bisa nahan ketawa. Malam semakin larut, dingin mulai menyelimuti. Kami harus segera beristirahat, besok dinihari kami akan melakukan summit attack ke puncak. “Bawa aku ke puncak yah, seret aja kalau aku udah mulai males jalan”, pinta saya pada tim. Malam itu saya tidur berdua dengan Teh Rini. Saya bersyukur sudah bisa sampai disini, bersama mereka. Allah, terimakasih :)

view dari pos 1 sembalun

sabana sembalun

jalur trekking

bukit penyesalan

porter (bukan porter kami)

jalur bukit penyesalan

lautan awan

senja di sembalun



Day 3, 26 mei 2014 Gagal Muncak
Pukul satu dinihari kak Hilwan sudah membangunkan kami. Saya masih larut dalam hangatnya sleeping bag ketika tenda mulai berguncang karena digoyang-goyangkan. Waktunya summit, tapi entah kenapa saya ragu. Memilih untuk tetap stay di tenda juga bukan pilihan yang bagus saya pikir, akhirnya saya memutuskan untuk keluar tenda. Memakai jaket double dan slayer. Bismillah, saat itu saya berusaha melawan rasa dingin dan kantuk. Dan saya salah, harusnya jangan dilawan tapi dinikmati. 

Pukul dua dinihari kami sudah siap untuk melakukan summit. Berdoa lalu kemudian ritual pembagian koyo pun dilakukan hahahha. Ghilman, sang pelopor pemakaian koyo di hidung, biar gak dingin katanya. Kami ber-11 pun mulai berjalan menyusuri jalan setapak. Abang gak ikut summit, katanya gak enak badan. Penerangan hanya berasal dari headlamp yang dipakai para pendaki. Dari kejauhan saya sudah bisa melihat titik-titik cahaya itu mulai merayap keatas. Ternyata banyak sekali pendaki yang melakukan summit lebih dulu. Baru 15 menit berjalan saya mulai tumbeng, saya muntah lagi. Seperti biasa tidak ada yang dapat saya keluarkan dari perut. Saya kesal, saya mulai merasa kalau saya menghambat perjalanan. Terpikir untuk kembali ke camp, tapi niat itu saya urungkan. Saya masih ingin menginjakkan kaki di puncak Anjani. Akhirnya saya mulai berjalan, menapaki jalan setapak yang hanya muat untuk satu orang saja. Trek mulai menanjak dan berpasir. Saya masih mual. Beberapa kali saya berhenti, membiarkan rombongan pendaki lain mendahului. Saya mulai tidak bisa menahan rasa kantuk. Trek menanjak dan berpasir tidak membuat saya kehabisan cara untuk hanya sekedar merabahkan diri dan memejamkan mata. Saya mulai kelelahan. Teman-teman yang lain bergerak mendahului saya. Sementara Kang Adam, Kak Hilwan dan Yoss masih setia menemani saya. Saya tumbeng, mental saya down, ditambah kondisi fisik saya yang mulai gontay membuat saya semakin malas untuk meneruskan perjalanan. Maju lima langkah lalu kemudian ambruk, saya tertidur. “de, bangun de nanti tidurnya diatas aja, tempatnya lebih luas” ucap kak Hilwan. “bentar ya 5 menit lagi” ucap saya, namun kenyataannya 15 menit kemudian saya baru bisa bangkit kembali haha. 

Saya sudah tidak sanggup, sementara mereka masih tetap menyemangati saya. “ayo de semangat, tuh puncaknya nungguin diatas”, “ayo na pasti bisa, semangat!”. Suara-suara mereka masih tetap terdengar tapi kesadaran saya sudah mulai menurun. Saya sudah enggan berjalan. Setiap melihat tempat sedikit luas saya langsung merebahkan diri. Saya tahu mereka yang menemani saya sudah mulai kesal dengan tingkah saya. sampai-sampai Kak Hilwan marah karena saya kebanyakan tidurnya daripada jalannya. “ayo de jalan lagi jangan tidur aja, itu nanti diatas ada tempat yang luas kamu bisa tidur sepuasnya nanti disana”, bujuknya. Saya mengelak, “itu Kang Adam boleh tidur kenapa aku engga”. Jelas saja, Kang Adam tidur hanya karena saya berhenti dan akan langsung bangun ketika akan melanjutkan perjalanan, sementara saya sekalinya memejamkan mata akan sulit lagi untuk bangun ( ya allah maapin baim ya allah ).

Matahari dengan malu-malu mulai menampakkan sinarnya, sementara saya masih disitu-situ saja. Saya mencoba, saya berusaha untuk tetap melangkahkan kaki tapi tetap sulit. “ayo dong dek masa kamu kalah sama si **** bisa nyampe puncak”, ucap Kak Hilwan. Seketika kalimat itu megagetkan saya. Saya marah, saya kesal. Maksudnya apa dibanding-bandingkan seperti itu, saya gak suka. “gausah banding-bandingin aku sama dia” teriak saya sambil melengos meninggalkan. Saya mencoba terus berjalan sembari hati menggerutu. Saya manyun. Namun ternyata hal itu malah membuat Kak Hilwan dan Yoss menahan tawa mereka, ppffftttttt.

Pukul setengah enam kami baru sampai di dataran yang agak luas itu. Saya merebahkan diri lalu kemudian mengambil beberapa gambar. Sekitar setengah jam kami berempat berdiam. Mengganjal perut dengan sosis dan minum secukupnya lalu kemudian melanjutkan perjalanan. Porter bilang dari tempat tadi kami beristirahat masih 3 jam lagi untuk mencapai puncak. Saya gak banyak mikir, hanya terus berusaha agar kaki saya tetap mau melangkah. Satu jam berjalan, saya menemukan tempat yang pas untuk tidur (masih tetap tidur menjadi prioritas utama, heran). “mau tidur dulu boleh ya”, pinta saya kepada yang lain, akhirnya kami berhenti dan saya mulai merebahkan diri. Dari kejauhan Abang terlihat sedang berjalan “abaaaaaaaaang”, teriak saya. “sini bang istirahat, aku mau tidur dulu”, saat itu saya hanya ditemani Abang dan Yoss, sementara Kang Adam dan Kak Hilwan berjalan meninggalkan kami.

Saya tertidur cukup lama, dan ketika bangun saya merasa haus. Saya baru sadar kalau semua perbekalan cemilan dan minum dibawa oleh Kak Hilwan. Sementara Abang dan Yoss sudah tidak mempunyai bekal minum lagi. Saya merengek, hingga akhirnya Yoss berinisiatif berjalan duluan untuk meminta minum ke rombongan didepan. “yaudah aku duluan ya, nanti aku ambilin minum ke Kang Hilwan” ucap Yoss. Saya dan abang meng-iyakan. 15 menit kemudian akhirnya Saya dan Abang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Trek mulai semakin menjanjak dan berpasir. Para pendaki lain mulai turun karena mereka sudah sampai ke puncak. Di perjalanan saya bertanya ke rombongan pendaki perempuan yang sedang beristirahat “udah sampai atas mba?” tanya saya. “gak sampai, cuman sampai puncak bayangan aja yang banyak batu-batunya, gak berani melanjutkan mba treknya terjal” jawabnya. “kok sayang banget gak sampe puncak” gumam saya dalam hati (belum tau aja trek didepan macem apa).

Para pendaki sudah banyak sekali yang turun, ketika melihat Saya dan abang berjalan naik mereka sempat berkata “muncak mba, mas? Siang amat”, Saya dan Abang hanya tersenyum. Mungkin saat itu waktu sudah munjukkan pukul 8 pagi. Waktu dimana biasanya para pendaki mulai turun dari puncak, sementara kami masih merangkak naik. Dari kejauhan Yoss yang menggunakan jaket warna hijau nampak berlari kearah Saya dan Abang. Ditengah kepulan debu Saya dan Abang berhenti menunggui Yoss, “air minumnya habis gak ada lagi tinggal segini”, ucap Yoss sembari menunjukkan botol air mineral yang isinya ah mungkin hanya tinggal satu teguk saja. “yuk lanjut lagi, diatas ada dataran cukup luas” tambahnya. Saya, Yoss dan Abang berjalan beriringan. Sebari terengah saya mulai tersenyum ketika mendapati dataran luas yang terdapat gundukan batu, “puncak” pikir saya., ah tapi bohong ternyata haha.. .

Saya bergegas mendekati tumpukan batu itu, kemudian duduk selonjoran. Terperangah keatas, puncak ternyata masih sangat jauh. Sementara ketika tertunduk ke bawah, subhanallah, saya ada diatas awan dan dibawah sana indahnya danau segara anak terlihat dengan sangat jelas. Sudah setinggi ini tetapi saya masih belum menggapai Anjani. Nafas saya terengah, detak jantung saya cepat sekali. Saya, Yoss dan Abang duduk bersantai. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Saat itu juga saya memutuskan untuk tidak melanjutkan menuju puncak. Sampai sini saja saya rasa sudah cukup. Saya tidak mau berambisi dan menuruti egoism saya untuk tetap mencapai Anjani sementara saya tidak adil dengan fisik saya. Selain itu saya akan lebih menyusahkan yang lainnya kalau saya memaksakan diri untuk tetap ke puncak. Walaupun Yoss dan Abang menyemangati saya pada saat itu, Saya malah menyuruh mereka untuk tetap melanjutkan. Tidak adil untuk mereka kalau harus menunggui saya disitu. Mereka pasti ingin sampai ke puncak. “kalian lanjutin aja sampe ke puncak, aku nunggu disini aja gak apa-apa kok” ucap saya. “moal ah urang mah, didieu weh geus indah (gak ah aku mah, disini juga sudah indah) ucap Abang.

Akhirnya Yoss melanjutkan perjalanan ke puncak, meninggalkan Saya dan Abang berdua. Saya haus, sementara bekal minum sudah habis. Disamping saya ada dua orang warga asing yang sedang beristirahat, mungkin habis dari puncak. Dibelakang mereka ada lelaki paruh baya mengikuti, sudah bisa ditebak itu pasti porternya. Saya ragu mau menyapa, saya hanya tersenyum tipis. Tapi saya haus, akhirnya saya memberanikan diri untuk menyapa bapak porter dan meminta sedikit air minum yang dibawanya. Alhamdulillah bisa minum juga walau seteguk dua teguk. Saat itu banyak sekali warga asing yang mendaki Rinjani. Keeksotisan gunung ini ternyata banyak menyita perhatian mereka yang rela jauh-jauh pergi dari negaranya untuk menyambangi Anjani. Saya sedikit iri dengan kekuatan fisik mereka. Selama mendaki tak sedikitpun keringat bercucuran saya lihat. Senyum selalu merekah di wajah mereka yang cantik dan tampan. Biarlah, biar mereka tahu bahwa Negara saya ini tidak kalah cantiknya dengan wajah-wajah mereka karena memiliki Anjani.

Selang beberapa menit setelah Yoss pergi ternyata Kak Hilwan datang, berlari kecil dari atas menuju tempat Saya dan Abang berdiam. “udah janji sama dia kalau dia gak muncak aku juga gak akan muncak” ucapnya sambil menunjuk saya ketika Abang bertanya kenapa turun lagi. Saya tersenyum simpul, ternyata dia masih ingat dengan janjinya. Akhirnya kami bertiga sibuk masing-masing. Saya sibuk dengan kertas-kertas tulisan titipin adik saya. Jepret sana jepret sini dan akhirnya saya memutuskan untuk turun ke camp sementara Abang lebih memilih menunggui teman yang lain turun dari puncak. Kaki saya mulai pegal, trek menurun yang harusnya bisa dilalui dengan berlari kecil saya lewati dengan berjinjit sedikit. Saat itu cuaca cukup terik, ditambah debu dari pasir membuat pengap. Jalur mulai sepi pendaki, hanya beberapa saja yang turun dan ternyata ada beberapa juga yang naik. Kak Hilwan memutuskan untuk mampir ke sumber air untuk mengambil persediaan air, kami akan memasak. Sementara saya memilih lanjut berjalan ke camp karena sudah tidak tahan ingin beristirahat. Namun dijalan ternyata saya bertemu dengan rombongan Maisa, saya tersenyum lalu meminta minum haha (gak kuat haus banget). Team mereka sedang packing, katanya mau menuju segara anak. Saya belum sampai camp, Kak Hilwan sudah datang. Akhirnya kami berpamitan, berpisah dan berjanji bertemu nanti di segara anak.

Saya dan Kak Hilwan menuju camp. Lalu kemudian melemparkan diri kedalam tenda, lelah sekali rasanya waktu itu. Padahal saya gak sampai ke puncak. Saya lapar, Kak Hilwan akhirnya membuatkan mie goreng untuk saya. Lalu saya tepar entah untuk berapa lama hingga akhirnya Cumi dan Shaddam datang. Hari mulai sore, teman-teman yang lain belum juga turun. Ada rasa khawatir takut terjadi sesuatu pada mereka, tapi saya berpikir positif saja, Allah pasti menjaga menjaga mereka. Selepas ashar saya memutuskan untuk memasak. Agar saat team turun mereka bisa langsung makan dan beristirahat. Saat itu di kantong logistik masih terdapat sayuran, menu makan saat itu saya buatkan capcay dan dendeng. Oia, saya juga membuat goreng bakwan yang ternyata laku banget loh. Akhirnya sekitar pukul setengah 5 sore team sampai di camp, Alhamdulillah. Senang rasanya melihat mereka, walaupun terlihat lebih gelap dari sebelumnya karena pasti mereka terbakar matahari haha. “nyampe puncak teh?” Tanya saya pada Teh Rini. “Alhamdulillah sampe” jawabnya sumringah. Ada rasa sesal kenapa saya gak bisa ke puncak, tapi ahsyudalah lain waktu pasti bisa insya allah. 

Merekapun satu persatu makan, senang rasanya melihat masakan saya dinikmati. Rencananya hari itu kami akan melanjutkan perjalanan ke segara anak. Tapi kondisi tidak memungkinkan. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap lagi semalam di plawangan sembalun dan melanjutkan perjalanan besok. Malam itu kembali hening, team memilih untuk istirahat lebih cepat. Saya tahu bagaimana lelahnya mereka hari ini. Hari ini berlalu sangat cepat. Saya gagal menginjakkan kaki di Anjani, tapi saya berhasil menaklukan ego saya untuk tidak memaksakan muncak hehe (tahu diri soalnya sikond gak memungkinkan banget)

ini sunriseku, mana sunrisemu?

sunrise 26 mei 2014

sunrise 26 mei 2014
yang setia nemenin saya :)

view jalur muncak

trek menuju puncak

pesen buat adek

diatas awan kan?
view segara anak dari puncak bayangan

sama abang di puncak bayangan

jalur trekking


lagi masak




ini dipuncak loh, tapi boong :)



Day 4, 27 Mei 2014 Menuju Segara Anak
Pukul 4 subuh kami sudah selesai packing. Kami akan melanjutkan perjalanan ke Segara Anak. Danau diatas ketinggian 2000mdpl. Menurut pendaki lain, hanya butuh waktu 3j am untuk mencapai kesana dari Plawangan Sembalun. Selepas shalat subuh kami bergegas meninggalkan Plawangan Sembalun menuju Danau Segara Anak. Tak lupa tempelan koyo di hidung yang menjadi khas dari team kami, haha.

Perlahan kami menyusuri jalan setapak. Udara scukup dingin sehingga mengharuskan saya memakai celana double dan jaket serta slayer. Trek menurun dan berbatu. Kami harus hati-hati agar tidak tergelincir dan terjatuh. Jalur turun menuju Segara Anak ini cukup jelas. Kita hanya tinggal mengikuti jalan setapak berbatu dan jangan coba untuk melenceng darisitu. Jalur juga sudah berupa tangga yang disusun dari batuan. Memang cukup curam dan berbahaya, namun dijalur ini sudah disediakan pegangan dari besi disetiap sisi. Ketika hari mulai terang saya mulai kegerahan sehingga saya harus melepaskan celana dan jaket saya sementara yang lain sudah jauh jalan didepan. Seperti biasa, Yoss dan Abang selalu setia menemani saya, juga Teh Rini yang pada saat itu sudah mulai merasa kakinya sakit berjalan lebih lambat dari biasanya, kami berempat berada jauh dibelakang.

Saya sangat menikmati perjalanan ini. Selain mata saya dimanjakan dengan keindahan Rinjani, saya juga bersyukur saya bisa melakukan perjalanan ini. Ditambah dengan mereka-mereka yang menemani saya. Saya bersyukur karena tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk melakukan perjalanan ini. pagi itu cukup cerah, mentari mengiringi setiap langkah kaki kami. Perjalanan dari Plawangan Sembalun menuju Segara anak saya rasa cukup menyenangkan. Dengan celotehan dan candaan saya dengan Abang yang saya rasa sudah lama kami tidak seperti ini. trek mulai landai, namun cukup membuat hati kesal karena ternyata treknya panjang dan memutar. Segara anak sudah terlihat, kami senang bukan kepalang. Saya mencoba berlari-lari kecil walau pada akhirnya kelelahan juga. “surga” ucap saya dalam hati. Melihat keindahan didepan mata saya seperti ini bagaikan mimpi. Kok ada ya tempat semacam ini. Allah, terimakasih. 

Tepat pukul Sembilan saya, Abang, Teh Rini dan Yoss sampai di Segara Anak. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Disana saya melihat rombongan Maisa sedang packing, mereka mau melanjutkan perjalanan turun. Say hai sebentar lalu kemudian pamit untuk menuju camp kami. Posisi camp kami sangat strategis. Pemandangan danau yang indah Nampak jelas apabila kita berdiam diluar tenda. Mattress saya gelar, lalu mulai merebahkan diri. Saya bahagia. Berada ditempat seindah ini bersama dengan mereka. Siang itu kami bersantai, karena memang tidak terlalu dikejar waktu. Besok subuh kami baru akan turun menuju Plawangan Senaru. Kak Hilwan, Yoss, Shaddam dan Cumi mereka sibuk membuat pancingan. Danau segara anak katanya ikannya banyak, maka mereka berniat untuk memancing. Abang sibuk membuat jemuran. Saya, Teh Rini dan sebagian lainnya menyiapkan logistik untuk makan siang. Saat itu persediaan logistik kami hanya tinggal telur, kentang, biihun, wortel, kol, dan beberapa bungkus mie instan. Kami harus mengatur strategi agar logistik sebanyak itu cukup sampai besok siang. Akhirnya siang itu kami memutuskan untuk memasak kentang balado dan telur dadar. Oia, saya lupa kalau beberapa teman lain ada yang sedang memancing, saya harap ada beberapa ikan yang bisa mereka tangkap untuk lauk kami makan.

Ketika saya dan teman lainnya sedang memasak, tiba-tiba dikagetkan oleh teriakan Cumi. “asik oyyy asiiikkk dapet ikan banyak”. Saya dan Teh Rini bertatapan, kami sepemikiran, nanti malam kita akan bakar ikan. Kemudian Fahmi muncul dari balik tenda sembari memegangi botol aqua gelas lalu memperlihatkan kepada kami “nih liat dapet ikan banyak”, ucapnya dengan bangga. Baby fish. “cumiiiiiiiii kirain beneran dapet ikan banyak” teriak saya. “ini juga banyak kan” balasnya. Seketika kami semua tertawa terbahak karena kejadian itu. Sedikit kecewa karena ternyata yang didapat hanya baby fish, gagal deh bakar-bakar ikan nanti malam. Namun akhirnya baby fish itu kami goreng, disantap bersama bakwan yang kami buat. Kami juga membuat pudding loh, pudding coklat leci ditambah fla. Hmmmm yummy.

Siang itu kami makan lahap sekali. Walaupun dengan nasi dan lauk seadanya rasanya sangat nikmat. Ditambah dengan pemandangan yang indah membuat kami merasa sedang bertamasya (emang bener rasanya kayak lagi piknik). Setelah makan kami menghidangkan menu mepncuci mulut. Pudding coklat leci diguyur dengan fla sudah terbayang dipikiran saya, tapi semua itu buyar ketika fla yang ada di gelas tumpah mengenai mattrass. Entah siapa pelakunya tapi yang pasti membuat kami memakan pudding layaknya memakan awug, dicomot (awug adalah sejenis makanan khas sunda yang terbuat dari tepung beras ditambah gula merah dan kelapa parut). Saling mengolesi muka dengan tumpahan fla, tawa kami saat itu sangat lepas sehingga menarik perhatian oranglain ahahahahha.

Selesai makan kami siap untuk berfoto. Mengabadikan moment kebersamaan kami. Dan kegilaan-kegilaanpun dimulai. Nampak hari itu kami sangat bahagia sekali. Selalu saja ada hal yang membuat kami tertawa. Selepas ashar para lelaki memutuskan untuk mandi ke sumber air panas. Sementara saya dan Teh Rini memutuskan untuk tetap berdiam di tenda. Saya dan Teh Rini merasa masih lapar, akhirnya tanpa sepengetahuan para lelaki yang sedang asyik berendam air panas itu kami berdua membuat mie goreng super pedas ahahahhaha (kualat, besoknya Teh Rini mencret-mencret).

Sebelum maghrib mereka sudah kembali ke camp. “ah na kamu nyesel gak ikut ke air panas, ada air terjun bagus hayoh” ucap Yoss. Kalau dipikir sayang juga sih gak kesana, udah mah gak sampe puncak, gak nyobain sumber air panas juga, tapi ahsyudalah. “ialah nanti aja lagi kalau kesini, haha” balas saya. Setelah shalat maghrib kami berkumpul di depan tenda. Abang sebagai divisi penyuluhan a.k.a perapian sudah siap dengan tugasnya, tadi sore dia sudah berhasil mengumpulkan ranting-ranting pepohonan untuk api unggun. Malam itu kami berkumpul, bercerita, bercanda sambil menyiapkan untuk makan malam. Malam itu kami harus menerima kenyataan kalau menu makan malam hanya dengan omelet mie telor saja. Setelah selesai makan kami membagi tugas untuk beres-beres, ada sebagian yang mengambil persediaan air, ada yang mencuci peralatan masak sementara saya dan Teh Rini menyiapkan makanan untuk bekal besok. Membuat pudding dan membuat bihun goreng. Perapian mulai padam. Gelap. Kami semua masuk ke tenda masing-masing untuk beristirahat. Ini malam terakhir di Rinjani, besok kami akan turun melalui jalur Plawangan Senaru menuju pemukiman penduduk.
view menuju segara anak

segara anak dari jalur

jalur menuju segara anak

jalur menuju segara anak
kayak ranukumbolo ya?

jembatan menuju segara anak

segara anak

danau segara anak


selfie sukaesih

another part of crazy

eksis di segara anak
Day 5, 28 Mei 2014 Turunan Yang Menanjak
Seperti biasa, team kami selalu melakukan perjalanan selepas subuh. Usai shalat subuh dan packing kami bersiap untuk meninggalkan Segara Anak. Semua barang-barang yang dirasa akan memberatkan saya titip pada teman yang lain, begitu juga dengan Teh Rini. Cariel kami dibiarkan ringan agar tidak terlalu kesulitan menghadapi medan perjalanan nanti. Sekitar pukul 5 pagi kami beranjak pergi. Meninggalkan Segara Anak yang pada saat itu masih banyak sekali tenda berdiri. Kami mulai berjalan persis di tepi danau. Melewati jalan setapak yang berbatu. Orang bilang jalur lewat sini curam sekali, makanya banyak yang lebih memilih jalur turun kembali ke Plawangan sembalun. Sebelum melewati trek yang menurun, kami harus melewati trek yang menanjak dahulu. Dari ketinggian 2000mdpl kami harus menanjak menuju ke ketinggian 2700mdpl, lalu kemudian trek menurun. Tidak mau melewatkan detik-detik terakhir perjalanan kami habiskan dengan banyak bercanda, sehingga lebih banyak istirahatnya daripada jalannya.

 Tiga jam berjalan kami sampai disebuah dataran yang banyak bongkahan batu. Seperti situs megalitikum gunung padang yang berada di Cianjur. Bongkahan-bongkahan batu itu berserakan. Indah. Ah sayang, handphone saya ditaruh didalam cariel sehingga saya tidak bisa mengabadikan atas apa yang saya lihat sekarang. Benar-benar sangat indah. 

Sekitar 15 menit kami beristirahat. Perjalananpun dilanjutkan. Shaddam dan Kak Hilwan memilih berjalan lebih dahulu, dan akan menunggui kami di Plawangan Senaru. Kang Adam dan Kang Deri menyusul dibelakangnya, lalu kemudian Saya, Abang Teh Rini, Yoss, Acun, Ghilman, Cumi dan Kang Dwi dibelakang. Jalur menuju Plawangan Senaru sangat curam. Jalan setapak yang hanya muat untuk satu orang berjalalan dengan trek berbatu dan persis jurang disamping kiri. Kami harus ekstra hati-hati karena kalau sudah jatuh tamatlah riwayat kami. Terkadang trek cukup landai tetapi terkadang trek menjadi sangat curam sekali sehingga mengharuskan kami melakukan bouldering (teknik memanjat bebas). Hanya dijalur trek Senaru ini saya mendapati tangga besi. Berterimakasihlah kalian para pendaki kepada pihak pemerintah Lombok yang dengan senang hati membuat nyaman jalur trekking.

Sekitar 30 menit menuju Plawangan Senaru kami mendengar suara-suara teriakan dan menyemangati. Sumber suara ternyata berasal dari para porter yang memang sengaja membawa pengeras suara. Sesekali mereka memutarkan lagu yang kami tidak mengerti bahasanya. Itu cukup menyenangkan, dan membuat kami lebih semangat berjalan. Oia, diperjalanan kami seringkali berpapasan dengan warga asing, dan saling menyapa. Hal itu malah menjadi bahan bercandaan kami, karena kami menjadi berbicara menggunakan Bahasa Inggris sekenanya sepanjang jalan.

Sekitar pukul sebelas kami sampai di Plawangan Senaru. Siang itu cukup terik, panas menyengat sekali. Tapi pemandangan dari atas sini sungguh luar biasa, subhanallah. Segara Anak dan Gunung Barujari Nampak terlihat jelas dari atas sini. Tidak ingin melewatkan momen berharga ini segera kami mengeluarkan kamera masing-masing lalu kemudian berpose. Setelah itu kami makan. Makan siang sederhana namun nyatanya sangat special. Menunya hanya satu mangkuk bihun goreng yang saya buat semalam. Ditambah desertnya pudding coklat dan buah nanas. Nikmat sekali. Oh, di Plawangan Senaru ternyata banyak monyet berkeliaran loh. Mereka gak ganggu kok, baik.

Persis tengah hari kami melanjutkan perjalanan. Dari sini trek yang kami lalui mulai menurun. Trek berpasir sampai dengan Pos 3. Di trek menurun ini saya cukup lincah haha, maksudnya lebih cepat daripada menanjak (yaiyalah), meninggalkan Teh Rini dibelakang. Dari Pos # sampai akhir vegetasinya mulai rapat, teduh karena pohon-pohonnya tinggi. Pukul 3 sore kami baru sampai di Pos 2, sengaja istirahat lama disini karena terdapat sumber air. Lalu melanjutkan perjalanan sampai di Pos extra. Kami memutuskan untuk berhenti lagi untuk shalat. Di Pos extra kami bertemu dengan pendaki lain, bapak-bapak paruh baya dengan anaknya berdua. “dulu saya dosen, tapi pensiun muda karena terlalu banyak diprotes oleh mahasiswa saya. Kebanyakan ngetrip soalnya daripada mengajar, ini anak saya yang paling besar, masih kuliah di Jogja” ceritanya kepada kami sambil menunjuk putranya yang duduk disebelahnya. Kami hanya angguk-angguk mendengar cerita si bapak yang sudah bepergian kemana-mana. Sempat saya berpikir “kelak nanti saya akan ajak anak juga dalam perjalanan saya”. Kami juga bertemu dengan seorang bapak yang hanya melakukan trip ini sendiri, berdua dengan porternya. Beliau tidak mendaki menju puncak, hanya sampai di danau saja. “iseng aja lagi libur pingin main ke danau”, tuturnya. What? Menuju Segara Anak beliau hanya bilang iseng? Asik sekali rupanya menjadi bapak-bapak seperti itu. Beliau juga meng-imami kami shalat tadi. Senang bertemu dengan anda pak.

Waktu itu tim yang tersisa dibelakang hanya Saya, Abang, Teh Rini, Yoss, Ghilman dan Kang Deri. Yang lain sepertinya sudah sampai sementara kami berenam masih diperjalanan. Candaan dan teriakan teriakan kami lontarkan. Ghilman, pada saat it uterus berkicau tetntang keinginannya kalau nanti sudah sampai kota, makan bakso bening pedes ditambah cuka. Yoss ingin memborong semua minuman dingin yang ada di indomaret. Kang deri ingin makan di Kfc Bandara. Teh Rini ingin makan bakso yang pedes. Dan saya juga ingin sekali bakso pedas ditambah es kelapa. Sluuurrrpppppp.  Menuju Pos 1 kurang lebih 30 menit, istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan. Headlamp mulai kami nyalakan. Trek dari Pos 1 menuju pintu Senaru cukup landai. Sekitar 100 meter menuju pintu keluar, ternyata kami disusul oleh Kang Hilwan dan Kang Adam dengan membawakan teh manis. So sweet sekali mereka rupanya. Disitu terdapat pendopo, warung dan kamar mandi. Tim sudah berkumpul semua sekarang. Alhamdulillah. Setelah shalat maghrib kami melanjutkan lagi perjalanan. Masih harus berjalan ternyata, karena masih jauh untuk menuju pemukiman. Saya berjalan paling belakang, ditemani oleh Yoss. Jalanannya sangat gelap dan ternyata masih sangat jauh. Sempat merengek ingin menangis karena gak sampai-sampai tapi malu ahaha, ditambah jempol kaki yang mulai terasa lecet, membuat saya berjalan lambat sekali seperti keong. “gak berasa ya Yoss ini malem terakhir kita disini” ucap saya memecahkan keheningan. “ia gak berasa, cepet banget ya” timpalnya. Sembari mengobrol akhirnya kami sampai di pemukiman, sudah ditunggu oleh semua tim dan sudah dijemput juga oleh angkutan yang akan membawa kami ke homestay. Semua barang dinaikan ke pick up, kami naik lalu kami diantarnya ke homestay milik Pak Nursaat. Sebuah ruangan berukuran sekitar 4x3m, kami taruh semua barang dan kemdudian berleyeh-leyeh. Ternyata kami sudah disediakan makan oleh tuan rumah. Alhamdulillah, malam itu kam makan enak pakai piring ahahhaha. Selesai makan kami sibuk sendiri-sendiri. Ada yang langsung tidur, ada yang bermain gadget, ada yang mandi, ada juga yang sedang mengingat masa lalu ahahhaha.

Malam itu adalah kali pertama saya mandi tengah malam, tepat jam 12. Tapi gak berasa dingin, yang ada hanyalah kesegaran wkwkwkkwk. Ini adalah malam terakhir saya di Lombok. Berhubung saya tidak bisa ikut yang lain untuk melanjutkan liburan ke pantai. Saya senang dengan perjalanan ini. Enam hari lima malam bersama mereka begitu cepat berlalu. Banyak sekali pelajaran dan kenangan yang saya dapat. Maaf terlalu banyak merepotkan kalian. Maaf karena telah menyusahkan. Terima kasih untuk kebaikan, kesabaran, dan pengertian kalian kepada saya. Saya gak akan pernah lupa. Terima kasih telah menjadi bagian dan saksi di perjalanan saya kali ini. mudah-mudahan masih ada perjalanan selanjutnya yang bisa kita lakukan bersama. Terimakasih. Malam terakhir ini kami tidur dilantai dan atap yang sama. Rasanya enggan menuju hari esok karena saya akan berpisah dengan mereka. Ayah bilang, “Tenang saja, perpisahan tak menyedihkan, yg menyedihkan adalah, bila habis itu saling lupa”, please jangan lupa sama aku ya gaiss. Aku yang pernah nyusahin dan bikin kalian kesel ahahahhaha

tangga besi di jalur senaru
jalur menuju plawangan senaru

monyet di plawangan senaru

ini yang disebut kebersamaan

kalian harus kesinii, gak akan nyesel

trek turunan menuju pintu senaru
view segara anak dari plawangan senaru


Day 6, 29 mei 2014 saatnya tubbie berpisah
Pagi itu, setelah sarapan pagi kami siap diantar oleh Pak Udin menuju Bandara (saya, Kang Adam, Teh Rini dan Kak Hilwan). Sementara yang lain akan diantar ke pelabuhan bangsal karena akan langsung menuju ke Gili Trawangan. Tidak banyak yang kami lakukan di dalam elf, hanya tertidur dan sesekali mengomentari foto-foto yang sedang dilihat. Pukul 9 pagi kami sampai di Bangsal. Waktunya tubbie berpisah, aaahhhhh sedih deh gak bisa ikut mantai. Perjalanan dilanjutkan, hanya kami berempat ditambah Pak Udin sebagai supir dan anaknya. Mampir sebentar untuk sekedar membeli buah tangan lalu kemudian tancap gas menuju bandara. Pukul setengah 12 kami sampai di bandara, pamit kepada pak udin lalu kemudian pergi. “teh kita ngebakso yuk” ajak saya kepada Teh Rini ketika melewati tempat makan di bandara. Akhirnya keinginan saya tercapai, bakso dan es kelapa hahahhaha. 

Lombok terima kasih untuk 6 hari ini. Rinjani terimakasih untuk perjalanan hati ini, dan team koyo, terima kasih banyak kalian Ruar Biasaaaaaa. Seberapapun uang yang dikeluarkan, tidak akan bisa membayar kebahagiaan yang saya dapat sekarang.



see u at the next diyana on vacation guys :)