Blogroll

Rabu, 31 Juli 2019

Ketika Prioritas Kita tak lagi sama


Berbicara soal prioritas, tentu kita tahu bahwa prioritas adalah mendahulukan yang lebih penting dibandingkan yang lainnya. Maka dengan definisi itu, kita bisa cepat mengambil keputusan mana yang akan kita dahulukan dalam suatu hal.

So so an deh bahas soal prioritas, emang udah ngelakuin sesuatu sesuai prioritas ceu?  Ya kalau dipikir-pikir lagi sih kayaknya masih agak melenceng, tapi masih belajar menentukan apapun sesuai dengan prioritas.

Jadi gini ya, kenapa sih tiba-tiba nulis soal prioritas begini. Ini sebetulnya mandeg di kepala, sayang aja kalau gak dituangkan lewat tulisan, suka kepikiran terus. Beberapa waktu lalu sempet stalking album di akun Facebook, disana banyak banget foto yang disimpan dari aku masih sekolah sampe sekarang udah nikah dan punya anak. Kemudian terfokus ke salah satu album dimana aku masih sekolah dulu. Yang otomatis isinya itu foto-foto aku bareng sama temen-temen sekolah. Temen ekstrakulikuler, temen sekelas, temen geng, dan temen-temen deket lainnya. Lalu kemudian merenung sejenak, dulu kita deket banget loh, sekarang kok rasanya beda.

Yap, dulu sama temen-temen tuh hampir tiap libur sekolah selalu ada kegiatan aja. Sama temen ekskul selalu kumpul, hiking, ngeliwet, even cuman datang aja ke sekolah buat beres-beres basecamp. Sama temen geng hampir sebulan sekali pasti nginep di salah satu rumah, bikin seblak, masak-masak bikin spagethi, ngobrol ngaler ngidul begadang sampe malem.

Beranjak lulus sekolah, komunikasi masih tetap berjalan. Sebagian melanjutkan kuliah, sebagian melanjutkan kontrak kerja ditempat PKL, dan sebagian lagi entah kemana ahahaha.. .
Karena intensitas bertemu mulai sulit,maka media sosial dipergunakan untuk tetap bisa saling komunikasi, bertukar kabar dan berbagi gambar. Tak lupa dengan grup di BBM dan grup Whatsapp.

Sampai pada akhirnya satu persatu mulai meninggalkan masa lajangnya, menikah. Satu persatu teman mulai menemukan teman lainnya di tempat kerja, tempat kuliah, dan komunitas lain yang memungkinkan mereka lebih sering berbincang dan bertatap muka. Aku tidak bisa menyalahkan keadaan, fase seperti ini memang pasti akan terjadi. Sampai pada akhirnya chatingan di grup mungkin hanya dilihat sekilas saja, pada akhirnya saat kita berencana untuk berjumpa mendadak tidak bisa karena kebetulan ada acara lain, pada akhirnya aku merasa mereka mulai berubah.. .

Dan entahlah, entah mereka yang berubah atau aku yang terlaku terbawa perasaan. Lambat laun fase seperti ini toh memang pasti akan terjadi. Dimana kenyamanan sudah tak dirasakan hingga akhirnya mencari dan menemukan kenyamanan lain. Dimana pola pikir dan pola hidup sudah mulai tidak sejalan dan akhirnya menemukan naungan yang lain.

Dulu, aku begitu dekat dengan teman-teman lelaki. Sampai pernah kita berangkat naik gunung dan aku hanya satu-satunya perempuan yang ada di rombongan. Pada waktu itu, aku percaya bahwa teman-teman akan menjagaku. Maka tidak ada kekhawatiran yang aku rasakan ketika bersama mereka. Karena kebiasaan bergaul dengan teman lelaki itulah, aku mendapatkan teguran dari suamiku saat aku sudah menikah. Katanya, sekarang prioritas kita sudah berbeda. Ada hati dan perasaan yang mesti kita jaga ketika kita berinteraksi dengan teman lain, apalagi lawan jenis.

Maka, aku paham sekarang. Tidak ada orang yang terlalu sibuk untuk sekedar menanggapi, namun kini prioritas kita sudah berbeda. Dan mungkin aku hanya belum terbiasa saja. Karena yang kutahu, sebelum kita sejauh matahari kita pernah sedekat nadi 😊

Salam,
Ibun Diyana

Selasa, 23 April 2019

Menjaga Kesadaran dan Kewarasan ala Ibun Diyana

Sebagai seorang ibu yang sudah memiliki anak, dan anaknya sudah lebih dari satu tapi masih kurang dari tiga, (jadi berapa hayooo? awas jangan salah hitung kayak ono lho yaa wkwkwkwk apaan sih ga jelas amat) menjaga kesadaran dan kewarasan diri itu amatlah penting. Kenapa? Karena ya ketika tingkat kesadaran dan kewarasan berkurang, akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita sebagai seorang istri dan ibu dalam membersamai suami dan anak-anak. Terus kalau tingkat kesadaran dan kewarasan mulai menurun, apa yang biasanya terjadi? Kalau aku ya, jadinya tuh suka banget kukulutus gak jelas. Ngomel-ngomel gitu guys, ngedumel. Karena apa? Karena banyak faktor. Misalnya apa? Misalnya tuh karena kelelahan, lelah ngurusin rumah, ngurusin anak-anak, lelah karena ngerasa apa-apa serba sendiri dan gak ada yang mau mengerti. tsaaahhhh
Jadi harus gimana atuh biar tetep sadar dan waras? Nih ya ada beberapa tips untuk menjaga kesadaran dan kewarasan ala aku guys, hal-hal apa saja yang aku lakukan agar kesadaran dan kewarasanku tetap stabil.

Pertama, hal yang pertama aku lakukan dalam menjaga kesadaran dan kewarasan adalah berkomunikasi dengan suami sebagai partner sehidup sesurga kelak (aamiin) mengenai apa saja, mengenai apapun. Misal nih ya mengenai tugas domestik di rumah dan ngurus anak. Aku kalau udah capek banget ngurusin kerjaan rumah dan ngurus anak biasanya selalu bilang ke suami. Ngeluh ya ini namanya? Ya apapun itu namanya tapi aku lebih seneng sebut itu sebagai curhat haha. Aku kadang gak perduli sih responnya bagaimana, yang pasti aku mengeluarkan apa yang aku rasakan hari itu walaupun hanya sekedar lewat pesan singkat di whatsapp. “Yah Anjani hari ini lagi bageur pisan”, atau “ih cucian piring sama nyapu dari tadi meni gak beres-beres”. Well done, aku gak perduli respon apapun yang akan suami aku berikan yang pasti aku sudah mengeluarkan unek-unek pada saat itu. Atau kalau gak pas suami udah pulang barulah cerita panjang kali tinggi kali lebar soal apapun yang terjadi hari itu. Jadi suami tau tuh kita seharian ngapain aja dirumah sama anak-anak. Hal apa yang membuat kita kesal, mumet atau lelah. gituuuuu

Yang kedua, jangan segan minta tolong suami. Minta tolong dalam hal apa nih? Ya dalam hal apapun. Misalnya beberes rumah, nyuci baju, nyuci piring, jagain anak-anak, mandiin anak-anak, dll yang sekiranya suami bisa bantu. Biar apa? Biar suami tau atuh guys walaupun kita dirumah aja tapi kerjaan kita tuh gak abis-abis, 24 Jam sehari 7 hari seminggu 365 hari setahun. Biar suami juga tau apa yang setiap hari kita kerjakan. Lah kan emang tugasnya istri atuh itu mah. Laah emang iya, tapi kan gak ada salahnya juga minta tolong suami sendiri. Yang penting bukan minta tolong suami tetangga wkwk

Yang ketiga, ketika suami belum bisa membantu pekerjaan kita, kita bisa delegasikan atau minta bantuan orang lain yang kita percaya. Misal nih ART infal gitu, yang gak nginep dirumah tapi bisa bantu beberes, nyuci dll. Terus tugas istri ngapain atuh kalau ada yang bantu-bantu? Ya kan gak harus tiap hari dan tiap kerjaan kita delegasikan juga. Yang penting mah biar kita gak ngerasa begitu capek aja sama pekerjaan yang ada terus-terusan walaupun dirumah aja. Karena kalau kita ngerasa lelah dan capek kan otomatis sikap dan perilaku kita ke anak dan suami suka rada-rada sensi gimana gitu kan ya (aku sih ini). Jadi ya gak ada salahnya minta bantuan, bukan maksud mengesampingkan tugas kita sebagai istri dan ibu, hanya untuk mengurangi resiko kelelahan yang akan berakibat dan mempengaruhi tingkat kesadaran dan kewarasan. Sehingga akan mampu membersamai suami dan anak-anak dengan fisik yang lebih fresh. 

Yang keempat, menurunkan standar. Standar apa ceu? Standar motor? Yakaliiiii, bukan atuh. Standar disini ada beberapa, misalnya:
Standar Kebersihan dan Kerapihan Rumah. Untuk aku yang notabene gak mau menggunakan jasa ART, maka standar kebersihan dan kerapihan rumah harus diturunkan. Kenapa? Karena kalau ingin rumah selalu rapi dan bersih sementara kondisi kita punya anak ya gak akan bisa. Mainan berserakanlah, makanan atau minuman yang tumpahlah dan lain sebagainya yang bisa menyebabkan rumah tampak acak-acakan dan semrawut. Yang penting anak-anak anteng dan betah aja main dirumah. Tapi ini bukan acuan sehingga kita terlalu banyak berleha-leha dan membiarkan rumah berantakan. Hanya menurunkan standarnya aja, kayak misalkan nih pagi-pagi biasanya rumah udah rapi bersih kinclong wangi, tapi karena semenjak punya anak waktu untuk beberes dan bersih-bersihpun menjadi terbagi dengan hal dan kegiatan lainnya, maka dengan beberes dan nyapu itu udah cukup menurutku, ngepel bisa nanti pas anak-anak tidur siang atau setelah anak-anak tidur malam. 

Standar kemampuan anak. Yawww ini nih yang sering menyebabkan mompetition atau kompetisi antar Ibu. Lihat anak lain udah bisa ini sementara anak kita belum, stres. Denger omongan orang soal anak kita yang ana ini unu ene ono, stres. There’s no mompetition, karena setiap anak itu unik. Mereka terlahir dengan kemampuan yang berbeda. Jadi ya gak usah stres dan pusing liat anak sebelah lebih soal apapun di bandingkan dengan anak kita. Woleessssss aja shaayyy

Ibu perempuan multitasking. Iyaa emang bener perempuan itu multitaskingnya kebangetan sampe apa-apa tuh inginnya dikerjakan sendiri. Tapi kita juga harus sadar betul akan kemampuan dan kapasitas kita seperti apa. Jangan apa-apa ingin dikerjakan sendiri tapinya anak-anak dan suami malah terbengkalai. Apa-apa ingin dikerjakan sendiri giliran ada kerjaan yang belum beres stresnya minta ampun. Jadi kayak yang aku bilang di poin sebelumnya ya, delegasikan saja pekerjaan yang sekiranya kita gak akan sempet kerjakan dan gak bisa kalau dikerjakan sendiri. Karena there’s no perfect mother, but there’s a happy mother. Gak ada ibu yang sempurna, tapi kita bisa menjadi ibu yang bahagia. Ibu yang bahagia akan mampu membersamai dan membuat anak-anak dan suaminya juga turut bahagia.

It doesn’t matter untuk stok frozen food di dalam kulkas. Aku pribadi sering banget stock frozen food semacam sosis, nugget dan lain sebagainya. Karena eh karena kita sebagai ibu kan kejar-kejaran sama waktu ya untuk mengerjakan yang lain. Jadi kalau gak sempat bikin sarapan tinggal goreng-goreng aja. Atau misal kita cuman bisa masak nasi aja terus lauknya beli, atau juga pakai layanan pesan antar makanan kan sekarang udah gampang bangetlah ya. Aku sesekali juga gitu kok, kalau memang pas mood masak menghilang beli aja makan diluar. Cuman kalau tiap hari beli masakan diluar ku tak shanggup, bisa jebol perekonomian keluarga ahahaha bochorrr bochoorrrr.

Kelima, ini yang gak kalah penting banget untuk menjaga kesadaran dan kewarasan setiap Ibu adalah Me Time. Yups, me time itu penting sekali bagi setiap Ibu, entah itu untuk working mom ataupun untuk full time mom at home. The one of important thing sih kalau menurutku. Karena kebanyakan ibu-ibu itu saking sibuknya ngurusin rumah, anak dan suami suka mengabaikan diri sendiri yang sebetulnya juga punya hak untuk disenangkan. Dan me time menurutku ini bukan hanya dilakukan dengan cara yang hedonisme atau keluarkan uang berlebih. Soalnya selain dilakukan diluar rumah, me time  juga bisa dilakukan didalam rumah. Misal nih kegiatan me time di dalam rumah itu kalau aku, makan indomie rebus pake telor dan cabe rawit pas anak-anak tidur siang sambil nonton drama korea (hayo siapa yang samaan kayak begini haha cees lah kita berarti), jajan seblak hahhaa,  baca buku atau menulis, mandi dengan santai, tidur siang dengan nyenyak. Terus kalau me time yang mengharuskan aku keluar rumah paling ke salon depan kompleks untuk creambath. Nah selama kita melakukan me time ini kita bisa titipkan anak-anak ke suami, kan gak lama ya paling lama juga sekitar 2 jam. 2 jam untuk merefresh kembali semangat kita. Dan aku yakin ketika kita sudah meluangkan waktu untuk menyenangkan diri sendiri, maka kita akan mempunyai energi yang lebih lagi dalam menghadapi dan membersamai anak-anak serta suami. Happy banget loh aku kalau udah me time.

Selanjutnya adalah, minta waktu dan jatah untuk jalan-jalan. Jalan-jalan versi aku ini ya bukan tamasya keliling kota bahkan ke luar kota. Tapi jalan-jalan ke luar rumah even hanya ke depan kompleks untuk beli jajanan dan jus buah wkwkwkwk. Atau misalkan ke Car Free Day ke Alun-Alun di hari Minggu buat jajan dan numpang sarapan. Atau misalkan main ke perumahan sebelah sore-sore untuk melihat kerbau mandi wkwkwk. Secara kan ya 24 jam sehari, 7 hari seminggu masa nguprek aja di dalam rumah kan bosen banget. Padahal pada dasarnya aku betah loh diem didalam rumah 24 jam tanpa keluar pintu. Tapi kan gak mungkin juga, kalau nyuci otomatis jemur cucian di luar. Terus kan kasihan juga anak-anak masa dikurung terus di dalam rumah, gak bagus untuk perkembangan psikisnya. Belajar sosialisasi anak dan mamaknya juga. Jadi kadang kalo sore aku suka ajak anak-anak jalan-jalan muterin blok perumahan sambil say hay sama para tetangga. Harus kenal guys sama tetangga tuh walau gak deket-deket banget juga seenggaknya mereka tahu kalau kita berada diantara mereka haha. 

Lalu jangan lupakan Couple Time dan  Quality Time. Aku pribadi untuk couple time ini paling dilakukan dirumah aja ya guys, kayak misal pas anak-anak lagi tidur aku dan suami ngobrol-ngobrol sambil ngopi santai. Ngobrolin apa aja kita mah ngalor ngidul, mulai dari ngobrolin anak-anak, rencana pendidikan mereka, ngobrolin anggaran belanja dan keuangan keluarga, cerita soal pekerjaan suami, pokoknya apapun diobrolin. Secara kita adalah perantau jadi gak ada keluarga yang bisa dititipin anak-anak kalau kita mau couple time ke luar rumah, jadi kita maksimalkan waktu dirumah saja pemirsa. Terus Quality time, ini bisa dilakukan oleh seluruh anggota keluarga. Tanpa tv, gadget, pokoknya waktu khusus yang berkualitas bersama seluruh anggota keluarga. Keluargaku ya biasanya paling diem dikamar sambil bacain buku untuk anak-anak, terus ngobrol dan cerita soal kegiatan apa saja yang sudah dilakukan anak-anak, biasanya Anjani anak pertamaku sudah mulai banyak bercerita, atau main-mainan kuda-kudaan, karena sesungguhnya mainan terbaik untuk anak-anak itu adalah tubuh orang tuanya. Jadi kita akan sesering mungkin melakukan kontak fisik dalam permainan bersama anak-anak.

Jadi ya begitulah kira-kira hal apa saja yang aku lakukan dalam menjaga kesadaran dan kewarasanku. Hal tersebut sangat penting aku lakukan agar aku terhindar dari stres dan jenuh, agar tetap sadar dan waras dalam membersamai suami dan anak-anak. Aku yakin sih setiap Ibu punya cara sendiri yang dilakukan, jadi ini hanya opini dan caraku aja ya. Yang penting jadilah Ibu yang bahagia, karena suami dan anak-anak yang bahagia itu tumbuh bersama Ibu yang bahagia. Keep sadar dan waras ya guyssss, semangaaatttt !!!


Salam, 
Ibun Diyana


Sabtu, 13 April 2019

Balada Macan Adu

Raaaaaaaaawwwwwwrrrrrrrrrrrr...

Apa yang pertama ada dibenak kalian ketika membaca judul postingan ini? Kaget? Heran? Atau biasa aja? Mungkin biasa aja kali ya haha..
So, ini bukan tentang macan yang diaduin ya guys. Atau tentang mengadu-ngadu macan. Duh apasih suka gak jelas deh eceu, monmaap yak.
Macan Adu, jadi ya guys macan adu itu adalah sebuah singkatan daripada Mama Cantik Anak Dua eyaaakkkkkk. Why why why? Terus kenapa ceu? Jadi ya guys aku tuh mau coba ceritain pengalamanku menjadi seorang Macan Adu. Emang penting ceu? Hmmmmmm hmmmm hmmmm (ala sabyan)...Penting gak ya? Itu sih tergantung kalian yang baca, aku cuman ingin share aja tentang apa-apa yang sudah aku alami selama ini. Syukur-syukur ada pelajaran yang bisa di ambil. aamiinin atuh guys.. .

Jadi guys, aku nikah itu 11 Januari 2015  ketika usiaku 22 tahun (plis jangan langsung pada nyanyi lagu 11 Januari nya kang Armand plis). Dibilang nikah muda, engga juga kan ya. Usia cukup lah karena sebetulnya masih banyak orang-orang yang menikah di usia lebih muda dari usiaku saat itu. Dan posisi aku saat itu adalah masih menjadi seorang karyawan teladan dari sebuah perusahaan Jasa di bidang Service elektronik plus seorang mahasiswa. tsaahhhhh
terus apa hubungannya? gak ada sih sebenernya gakgakgakgakgak

Keinginanku dan suami pada saat awal menikah adalah ingin memiliki banyak anak. Terinspirasi dengan keluarga Gen Halilintar yang punya anak cem kesebelasan sepak bola, aku dan suami turut serta berkeinginan memiliki anak banyak dengan cara tunji. You know tunji? Tunji adalah sataun hiji atau setahun satu. Istilah yang suka dipakai oleh orang Sunda Zaman dulu ketika memiliki anak banyak. Tiga bulan setelah menikah atau sekitar bulan Maret aku positif hamil. Namun qodarulloh janin yang ku kandung tidak bisa bertahan sehingga dia menggugurkan diri. Aku keguguran di usia kandunganku yang baru 5 minggu (pernah kuceritakan di postingan sebelumnya). Kemudian sekitar 7 bulan pasca keguguran aku baru hamil lagi, alhamdulillah. Dan melahirkan anak pertamaku pada Bulan Juli 2016. 

Dikarenakan dari awal aku dan suamiku ingin memiliki anak yang banyak, jadi aku menunda untuk ber-KB. Dan we o we wow, aku diberi kesempatan untuk hamil lagi ketika usia Anjani masih 9 bulan. Shock? Tentunya. Memang kami merencanakan untuk memiliki banyak anak namun tidak secepat itu pula. Tapi apalah daya kami, yang Maha pemberi rezeki sudah berkehendak maka kami terima dengan senang hati. Walaupun sebelumnya sempat menangis karena kasihan melihat Anjani ku yang masih unyu-unyu dan butuh perhatian lebih akan segera menjadi kakak kicil. Puji syukur kepada Allah yang sudah memampukan aku menjalani kehamilan sembari mengurus seorang batita. Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kemudahan dalam setiap proses yang aku jalani. Puji syukur kepada Allah yang telah membuat Anjani begitu hebat dan tangguh. Ketika kebanyakan anak yang belum genap 1 tahun dikabarkan akan memiliki adik lalu kemudian kacentet/lanus, ini apa ya bahasa enaknya duh maap eceu kurang tau deh. (kecentet/lanus adalah kondisi dimana anak mulai sakit-sakitan, susah makan, dll dikarenakan mungkin baper akan memiliki adik), Anjani tumbuh dengan kondisi no drama-drama. Nafsu makan? tetep oke. Kesehatan? alhamdulillah oke, jadi ya dia mah no problem guys mau punya adik tuh. Tetep aja doyan makan gembul bahenol. Alhamdulillah ya..

Dan, disaat kumerasa enjoy dengan kondisi ini, ada saja omongan orang-orang yang menjatuhkan mood. “kasihan masih kecil udah punya adik”, atau “makanya di KB atuh”. Awal-awal aku baper denger omongan kayak gitu, tapi lama-lama aku jadi kebal. Hellooww emangnya kenapa? Situ gak bakalan ikutan repot kok, baik-baik yaa kalo ngomong. Jadi ya kalau ada yang ngomong begitu aku senyumin aja, toh mereka cuman ikut heboh ngerecokin doang padahal mah mereka gak akan aku repotin juga.

Well, gak menampik kalau perasaan cemas, takut, dan lain sebagainya menghampiri ketika mendekati proses persalinan. Bukan, bukan proses persalinannya yang aku khawatirkan. Namun proses dari setelah melahirkannya itu, dimana nanti akan ada satu batita dan satu bayi yang menghiasi hari-hariku. Perasaan khawatir apakah aku mampu menjalani hari-hari, mengurus dan membersamai mereka. Namun, doa dan dukungan suami selalu meyakinkanku bahwa aku pasti bisa. Pun aku sudah sempat sharing dengan teman-teman yang memiliki pengalaman mengurus anak-anak dengan jarak usia yang dekat. Mereka selalu meyakinkanku bahwa aku akan bisa melewatinya. Bahwa aku pasti mampu. Hilangkan semua ketakutan dan keraguan, percaya pada diri sendiri dan yakin akan selalu ada pertolongan dari Allah. Masya Allah, kala itu aku bersyukur sekali mendapatkan support yang memang benar-benar aku butuhkan. Dan aku siap untuk menghadapi semuanya.

Proses Persalinan
Persalinan anak kedua ini sudah direncanakan dari jauh-jauh hari bahwa akan dilakukan di Serang. Kota dimana aku dan suamiku merantau, karena kami sama-sama dari Bandung. Maka sekitar dua minggu menjelang persalinan aku ditemani oleh Mama Mertua. Tanggal 5 Desember 2017, saat itu suamiku kerja malam dan dirumah hanya ada aku, Anjani dan Mama. Tak ada tanda-tanda signifikan bahwa aku akan melahirkan. Kontraksi masih kurasa sesekali saja. Namun ternyata tidurku tak cukup nyenyak malam itu. Aku bolak-balik ke kamar mandi karena beser dan merasakan sedikit mulas. Tapi aku masih bisa menahan rasa mulasnya. Aku belum ngeh kalau rasa mulas itu adalah gelombang cinta alias kontraksi. Hingga akhirnya ketika aku akan melaksanakan sholat subuh kudapati bercak darah disertai lendir, dan oh hari yang dinanti sudah tiba ucapku dalam hati. Saat itu aku merasa cukup tenang, no panik-panik. Langsung ku beritahu suamiku yang masih berada di tempat kerja bahwa tanda-tanda melahirkan sudah ada, ku suruh dia untuk segera pulang. Aku bilang pada mama untuk siap-siap kalau kita akan ke klinik. Ku bangunkan Anjani yang masih terlelap dalam tidurnya dan ku persiapkan semua perbekalan. Tanggal 6 Desember 2017 pukul 6 pagi kami berangkat ke klinik bersalin menggunakan taksi online. Bermodalkan aplikasi kontraksi yang ada di HP aku mulai menghitung seberapa sering gelombang cinta itu muncul. 11 menit sekali, lalu 8 menit sekali dan aku semakin yakin kalau aku akan melahirkan hari itu juga. Pukul setengah 7 sampailah kami di klinik. Langsung daftar dan bilang kalau saya sudah merasakan kontraksi. Masuk ruang periksa dan we o we wow, suster bilang bahwa aku hebat. Why? Karena ternyata saat itu aku sudah memasuki bukaan 5 mau ke 6. Jadi semalaman aku tak bisa tidur nyenyak karena gelombang cinta itu terus muncul, happy sekali tapi. Aku masih tenang, masih bisa jalan kaki ke depan klinik untuk beli nasi uduk, hahaha. Aku beritahu orang tuaku di Bandung bahwa aku akan segera melahirkan, ku minta doa dari mereka untuk kelancaran persalinanku. For sure, lahiran kedua ini aku merasa lebih tenang, santai, dan seterong mak. Kemudian masuk ruangan, ganti baju pake daster dan dipasang infus. Dan itu adalah pertama kalinya aku dipasang infus guys setelah 26 tahun ku hidup didunia. Sekitar pukul 8 Eja, suamiku datang. Tenang rasanya karena dia yang akan menemaniku melahirkan sementara Mama akan menemani Anjani. Gelombang cinta semakin sering muncul dan Bu Bidan menyuruhku untuk tetap berbaring di tempat tidur, katanya biar bukaannya gak makin nambah. Loh? Ketika melahirkan anak pertama dulu aku diminta untuk berjalan-jalan agar menambah pembukaan ini aku diminta untuk tiduran saja, kenapa? Ternyata eh ternyata satu jam kedepan Bu Bidan yang akan membantuku melahirkan mau ada rapat. Ya Allah bisa-bisanya kan ya. Antara konyol dan, yaudahlah yaaa. 

Si bayik di dalam perut masih anteng dan bisa diajak kompromi buat gak buru-buru keluar saat itu juga. Sementara gelombang cinta semakin sering muncul dan semakin dahsyat rasanya. Akhirnya aku masuk ruang bersalin. Beberapa asisten bidan menemaniku, meyakinkanku dan membuatku tenang. Tengah hari pukul 12 an akhirnya gelombang cinta maha dahsyat sudah tak bisa dibendung, untungnya Bu Bidan sudah siap dan kemudian menuntunku mengejan. Aku lupa berapa kali mengejan sampai akhirnya si bayik keluar, Alhamdulillah. “laki-laki ya Bu”, ucap Bu Bidan. Aku mengangguk lirih karena memang sudah diprediksikan bahwa bayi keduaku ini laki-laki. “3.7kg Bu, pantesan rada susah ngeluarinnya” tambahnya. Aku cukup kaget sih karena memang lumayan besar, dulu Anjani lahir 3.2kg, bedanya 5 ons. Lalu kemudian aku pasrah dengan apa yang dilakukan para bidan itu terhadapku setelah si bayik keluar, wkwkwkwk

Sekitar satu jam pasca melahirkan aku dipindah ke ruang perawatan. Disana sudah ada Anjani dan Mama menunggu kami, plus ada temannya Eja juga istrinya, yang kini menjadi Bude dan Pakdenya anak-anakku. Well, Anjani officially jadi seorang kakak. Anak gadis yang usianya belum genap 2 tahun itu pun menyambut dengan gembira kehadiran anggota baru di keluarga kami. Masya Allah Tabarakallah.. .

Balada Macan Adu
Aku hanya menginap semalam di klinik. Besok paginya sekitar pukul 10 kami pulang ke rumah. Dan, perjuanganku dimulai, Bismillahirrohmanirrohim.. .

Saat itu Anjani cukup mengerti akan kehadiran anggota baru di keluarga kami. Namun saat itu pula Anjani belum cukup paham bahwa dengan hadirnya anggota baru ini dia harus berbagi semuanya. Maka, yang harus kami jelaskan saat itu pada sang kakak adalah kondisi dimana dia harus berbagi. Berbagi tempat tidur, berbagi waktu ayah dan ibunnya dalam membersamai dan mengurus dia dan adiknya. Perhatian dan kasih sayang harus tetap tercurah dengan adanya adik, namun justru perasaan itu akan bertambah bukan malah malah berkurang. Alhamdulillah Allah mampukan aku. Hari ketiga pasca melahirkan aku sudah kuat ke dapur untuk membuat sarapan, mencuci piring dan popok. Memang saat itu ada Mama, namun aku tidak mau bergantung karena pada akhirnya aku akan melakukan semua pekerjaan itu setelah Mama tidak menemaniku lagi. Aku gak mau ngoyo-ngoyo bermanja-manja. Ketika dulu saat melahirkan anak pertama aku bak seorang putri yang segala sesuatunya dilayani oleh Ibu, dari mulai menyiapkan sarapan, memandikan bayi, dan mencuci popok, kali ini aku harus bisa self service, harus mandiri dan tangguh.

Aku hanya ditemani Mama 2 minggu pasca melahirkan. Kemudian setelah itu aku mengurus semuanya sendiri. Eh enggak deh, setelah itu aku mengurus semuanya berdua dengan suamiku,  tanpa ART, tanpa pengasuh. Hanya kami berdua, berempat dengan anak-anak yang hidup di tanah rantau jauh dari saudara dan keluarga. Dan Alhamdulillah kami mampu melewati hari demi hari. Walaupun pada kenyataannya kerap kali aku mengeluh karena lelah. Ketika suamiku harus bekerja dan aku hanya bertiga dengan anak-anak di rumah, aku tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat. Karena saat sang kakak tidur adik bayi bangun, begitu pula saat sang bayi tidur si kakak bangun dan minta ditemani bermain. Tak jarang aku merasa sangat lelah, teramat lelah. Sampai akhirnya aku menangisi keadaanku. Dan ketika suamiku mengetahui keadaanku yang seperti itu, dia selalu mengingatkanku bahwa fase ini akan terlewati, akan kami lewati bersama, dia selalu mengingatkanku untuk ikhlas menjalani semuanya, karena dari situlah ada pahala mengalir untukku. “sabar ya, yang ikhlas, bentar lagi, gak akan lama”, “ga usah mikirin kerjaan rumah, cucian baju, cucian piring, beres-beres biar nanti Aa bantuin kalau udah pulang kerja, kamu urusin aja anak-anak dan jangan lupa makan”, begitu terus yang dia bilang. Sampai akhirnya sering banget aku gak siapin sarapan dia kalau pas masuk kerja pagi, atau dia membiarkan aku untuk bangun lebih siang ketika dia masuk kerja siang. Bantuin beres-beres dan bersih-bersih rumah, nyuci piring, nyuci baju, masakin sarapan, mandiin Anjani dan masih banyak lagi yang dia bantu. Padahal aku tau dia juga capek kerja, tapi dia sama sekali gak keberatan untuk bantu aku meringankan pekerjaanku di rumah.

Aku mencoba berdamai dengan keadaan, terlebih berdamai dengan diri sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisiku sekarang. Mencoba menikmati setiap waktu yang kuhabiskan untuk membersamai anak-anak di rumah. Menikmati momen disaat aku sedang menyusui adik bayi, kemudian sang kakak poop. Akhirnya harus ku lepaskan dengan paksa si adik yang sedang menyusu lalu aku menceboki si kakak sembari kudengar tangisan sang adik dari kamar mandi. Momen dimana kami semua lapar ingin makan. Akhirnya kuambil nasi dan lauk ke dalam piring, ku gendong adik bayi dan mencari posisi duduk paling nyaman. Ku susui sang bayi sambil menyuapi si kakak lalu tak lupa menyuapkan juga makanan ke mulutku. Kemudian ada jeda waktu sedikit ku ambil HP ku lalu ku update status ahahahaha emak-emak jaman now banget yekaannnn.

Kunikmati hari-hari penuh kericuhan dan kehebohan dalam membersamai anak-anak. Sampai akhirnya aku bisa menata ulang jadwal dan waktuku agar aku masih tetap bisa mengerjakan pekerjaan domestik dan juga membersamai anak-anak. Dan semua mengalir begitu saja. Aku masih bisa memasak walaupun gak tiap hari, masih bisa mencuci baju dan piring bila sempat dan masih bisa membuat cemilan cepuluh untuk ku makan.

Pada akhirnya aku menikmati peranku sebagai seorang mama cantik anak dua hihihihi. Meskipun setiap hari harus berpacu dengan waktu. Memandikan siapa dulu yang bangun duluan lalu menyuapi sarapan. Menemani bermain sambil masak atau mencuci baju. Belanja sayur ke warung sambil menggandeng kakak dan mendorong adik (pakai sepeda/stroller). Merelakan waktu tidur siang untuk membereskan mainan anak-anak yang berserakan, atau sekedar melipat pakaian yang telah kering dijemur. Karena ketika aku mengeluhkan keadaanku hanya karena lelah, aku tahu banyak orang diluar sana yang ingin sekali merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kau dustakan?

Terus terus, apa aku lantas kemudian menjadi ibu yang super sempurna? Nyatanya belum guys. Aku hanya manueia biasa yang gak pernah luput dari salah dan khilaf. Aku bukan tipikal orang yang penyabar dan lemah lembut, maka ketika aku dihadapkan dengan situasi dan kondisi yang membuat tensi darah meninggi, aku akan kesal dan marah. Pun itu yang terjadi ketika aku menghadapi anak-anak yang tingkah polahnya bisa membuat emosi dan berbicara dengan nada tinggi. Misalnya ketika anak-anak sedang susah makan, aku yang merasa udah cape-cape masak tapi anak-anak gak mau makan pasti akan merasa kesal. Lalu saat anak-anak susah diajak mandi, atau malah susah ketika akan dipakaikan baju. Hal-hal receh macam begitu tuh kalau keseringan ya bisa buat mamak emosi. Terus harus gimana atuh ya? Ikhlas cenah guys, kuncinya itu ikhlas. Sebab kalau hanya sabar mah bakalan tetep kukulutus (ngedumel), tapi kalau ikhlas itu, yaudah. Dan aku belum sampe ke tahap itu guys, doakan aku ya semoga bisa sabar dan ikhlas dalam menghadapi dan membersamai duobocil yang lagi mejeuhna ini. Karena dibalik semua kericuhan yang mereka buat, terdapat pula banyak hal yang menyenangkan terjadi. Misal ketika sedang akur bermain bersama, saling berbagi mainan dan makanan, bercanda bersama sampai tertawa terbahak.

Oiya, kalian mau tahu apa yang membuat aku mampu melakukan dan melewati fase ini? Itu karena aku memiliki support system yang amat luar biasa yang Allah berikan buat aku. Mau tau apa? Yap, support system itu adalah suamiku. Aku gak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada dukungan darinya. Bukan hanya sekedar dukungan kata-kata bilang sabar atau ikhlas, tapi dukungan dalam bentuk nyata yang turut serta membantuku dalam mengurus anak-anak, membantu dalam mengerjakan pekerjaan domestik, menghibur saat aku lelah, ngajak jalan-jalan walau cuma ke indomaret depan komplek buat beli jus atau somay ckckckck, terlebih pengakuan darinya bahwa aku sudah melakukan yang terbaik, ucapan sayang dan cinta yang tiada henti juga tidak pernah lupa untuk  mengucapkan terima kasih atas semua yang sudah aku lakukan. Jadi kapan rencana mau nambah anak lagi? loh? wkwkwkwkwk. Nanti aja lah kalau Anjani udah sekolah SD gakgakgakgak

Jadinya guys, buat kalian yang sekarang sedang dihadapkan dengan keadaan seperti ini, tenang kalian gak sendiri kok. Aku pernah ada di fase itu dan mengalami masa-masa tersulit saat itu dan aku berhasil melewatinya sampai hari ini. Semua gak lepas dari peran dan dukungan suami sebagai orang terdekat. Orang yang sekarang adalah satu-satunya yang paling mengerti kondisi kita seperti apa. Yang pasti komunikasi itu penting, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuannya untuk masalah apapun. Jangan cuman mau enak pas bikinnya aja kan, giliran udah lahir ke dunia gak mau bantu ngurusin dan nemenin main wkwkwkwk. Dan yang gak kalah penting adalah yang tahu kapasitas dan kemampuan kita adalah diri kita sendiri. Kalau gak bisa melakukan suatu hal, gak usah maksain. Kalau suami juga gak bisa bantu, bisa kita delegasikan ke orang lain yang kita percaya seperti contoh bantu kerjaan domestik dll. Karena kalau kita memaksakan segala sesuatunya dikerjakan sendiri, yang ada kita capek sendiri guys kalau semua gak selesai, ujung-ujungnya ngedumel dan malah bisa stres. Jadi, buat diri kita bahagia dulu. Maka kita akan tularkan aura bahagia itu dalam membersamai anak-anak. Kan anak yang bahagia itu tumbuh bersama ibu yang bahagia.

Terakhir, menurut Ibok Retno Hening dari bukunya yang aku baca, bahwa “ketika kita di anugerahkan anak, Allah akan mampukan kita dalam mengurusnya, yang kita perlukan hanyalah ‘yakin’”. Yakin bahwa kita mampu, yakin bahwa kita bisa, yakin bahwa kita sanggup. 😊
Selamat menjalani hari-hari dengan segala macam keriweuhan bersama anak-anak ya guys. Selamat menikmati hal-hal yang tidak terduga namun akan membuat kita tersenyum bahkan tertawa ketika mengingatnya.



Salam Macan Adu.. .

Ibun Diyana

Jumat, 15 Maret 2019

Arbani, si Anak Lanang Ganteng Kalem

Anak kedua ku laki-laki. Lahir ketika usia anak sulungku baru saja satu tahun setengah. Namanya Arbani, lengkapnya Arbani Damar Panuluh. Iya, kala itu aku sedang hobi-hobinya nonton pesinetron Arbani Yazis dalam sinetron Roman Picisan. Emak-emak banget ya gue doyan sinetron wkwkwk

Sebetulnya, kehamilan ke dua ini adalah sesuatu yang sudah direncanakan namun tidak diprediksikan. alah.. bahasa apa ini ya. Jadi ya mungkin bisa jadi orang-orang akan bilang ini kebablasan atau kebobolan ahaha (cuman orang dewasa yang udah nikah lah yang bisa ngerti).
Dulu ya, pas awal-awal nikah emang sempet nyeletuk. Pengen punya anak banyak, tunji alias sataun hiji ahaha. Dan ya Alhamdulillah ternyata Allah ijabah. Pada mulanya aku bingung sebetulnya harus bahagia atau sedih ketika aku tau kalau aku harus hamil anak ke dua. Senang karena  Alhamdulillah Allah beri aku kepercayaan untuk mengandung dan memiliki anak lagi, tapi disisi lain kusedih karena anak sulungku Anjani
 baru berusia 9 bulan. Betapa aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku harus menjalani kehamilan sambil mengurus anak yang masih berusia 9 bulan. Sedang aktif-aktifnya merangkak kesana kemari dan sangat amat membutuhkan banyak perhatian. Tapi ketika aku merenungi kembali, betapa diluar sana banyak yang masih berharap dan berusaha untuk bisa hamil dan mempunyai anak, aku bersyukur sekali karena aku yakin Allah tau aku mampu.

Betapa bahagianya aku ketika melakukan USG di usia 5 bulan,  bahwa janin yang ku kandung berjenis kelamin laki-laki. Artinya aku akan memiliki sepasang anak perempuan dan laki-laki.

6 Desember 2017, anak lelakiku terlahir kedunia. Melalui persalinan normal yang sama nikmatnya seperti dulu melahirkan anak pertama. Alhamdulillah wasyukurilah.. .
Selalu menyenangkan memiliki bayi baru dengan segala kerepotan dan keriweuhannya. Selalu ada asa baru dari setiap kelahiran. Selalu ada harapan dan doa-doa yang terpanjat dalam setiap hembusan nafas. Arbani Damar Panuluh, nama yang kami sematkan padanya. Nama yang berarti Seorang anak lelaki yang fasih lisannya, yang akan menjadi penerang dan penolong. Begitulah doa yang kami panjatkan dalam namanya.


Kini Arbani kami sudah berusia 1 tahun 3 bulan. Sedang dalam masa aktif-aktifnya. Yang kalau pintu pager kebuka bakalan langsung kabur keluar rumah. Yang hobi banget nonton Nussa dan Rara. Yang nemplok banget sama Ibunnya. Ah Bani, kehadiranmu yang dulu sempat kutangisi karena segala keterbatasanku, kini harus kutangisi pula karena bahagia telah memilikimu. Terima kasih sudah hadir diantara Ayah, Ibun dan kakak Anjani ya ban-banku. Kami semua menyayangimu 😙


Salam,

Ibun Diyana.. .

Minggu, 10 Maret 2019

Cikal-ku, Si Anak Sulung Yang Cantik


Namanya Anjani, terlahir sebagai puteri sulungku setelah sebelumnya aku mengalami keguguran di usia kandungan yang masih baru 5 minggu. (ada di postingan sebelumnya). Tujuh bulan setelah keguguran itu, aku baru diamanahi untuk bisa hamil kembali. Lahir pada Bulan Juli 2016. Dulu kukira Anjani akan lahir bertepatan dengan hari kelahiranku, namun ternyata tidak. 2 hari sebelum hari kelahiranku yang jatuh pada tanggal 10 Juli, dia lahir ke dunia yaitu pada tanggal 8 Juli. Dan itu merupakan hadiah terindah selama hidupku. Aku menjadi seorang Ibu di usiaku yang ke 24 tahun.

Namanya Anjani Alka Ufaira. Anak Perempuan yang Ramah, Cantik dan Pemberani. Itulah nama yang kami sematkan padanya. Nama yang kami sematkan sebagai doa kepada Dia yang menganugerahkan dan mengamanahi kami seorang gadis yang cantik. 

Sekarang Anjani sudah berusia 2 tahun 8 bulan. Sudah tumbuh menjadi anak perempuan yang ramah, cantik dan pemberani sesuai namanya. Anak perempuan yang senang sekali bermain air dan perosotan. Anak perempuan yang terpaksa harus dewasa sebelum waktunya karena telalu kecil untuk menjadi seorang kakak (akan kuceritakan di postingan berikutnya). Namun sungguh, Anjani adalah yang pertama untukku dan suamiku. Yang pertama mengajarkan kami menjadi orangtua, yang pertama mengajarkan kami tentang kesabaran, yang pertama memanggil kami sebagai Ayah dan Ibun. 

Sebenarnya kalau cerita soal Anjani aku tuh suka melow sendiri. Karena terlalu banyak kesalahan yang aku perbuat selama mengasuh dan mendidiknya. Belum lagi ketika aku harus hamil anak kedua disaat usianya yang masih sangat kecil, 9 bulan. Anjani yang harus rela berbagi segalanya setelah ada adik. Anjani yang harus berkorban lebih banyak soal waktuku yang tersita ketika mengurusi adik, berbagi mainan, berbagi semua yang telah dia miliki. Di usiamu yang kini belum genap 3 tahun, kamu sungguh telah tumbuh menjadi anak yang luar biasa. Anak yang berlapang hati menerima keadaan. Anak yang ramah yang selalu tersenyum kepada semua orang. Anak yang pintar dan cerdas. Anak yang supel. Ibun proud of you, Kak. 




Tumbuhlah menjadi anak sesuai dengan fitrahmu ya Kak, Ibun sama Ayah akan selalu mendampingimu. Akan selalu menjadi yang pertama untukmu. Insya Allah..Ayah dan Ibun sayang sekali sama Kakak Jani, Loveyou a lot 😘😘😘





Salam,
Ibun Diyana




Jumat, 08 Februari 2019

Kembali Menulis Lagi.. .

Bismillahirrahmanirrahiim.. .

It's been more than 3 years nic gak nulis apapun disini hehe
Sempet kepikiran apa blog bisa expired gak ya kalau lama gak dipake, dan baru keingetan sekarang setelah ikut satu kegiatan yang mengharuskan untuk banyak nulis kalau sempet punya blog dan sempet corat coret wkwk.

Selama tiga tahun lebih tidak berkisah. Padahal banyak sekali kisah yang ingin diceritakan. Selama tiga tahun pula kehidupan yang saya jalani sekarang menjadi amat berubah hhi. Alhamdulillah sekarang sudah menjadi Ibun dari duobocil yang super, Anjani dan Arbani. Nanti kalau ada waktu luang untuk nulis lagi, akan saya ceritakan mengenai mereka ya.

Aktifitas saya sehari-gari sekarang dirumah saja, membersamai suami dan anak-anak. Sesekali kalau mood jualan sedang onfire saya promosiin buku-buku anak. Jadi bakulan buku, lumayan buat kampanye ke emak-emak biar hobi bacain buku ke anak-anaknya, menjadi bagian dari pejuang literasi hehe

Sebagai permulaan lagi menulis, cukup dulu aja deh ya. Masih kaku buat bercerita soalnya ahahah
Semoga kedepannya lebih bisa memanfaatkan waktu luang untuk menulis dan berbagi cerita.

Salam,
Diyana

Kamis, 31 Desember 2015

Fenomena Pergantian Tahun


Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.. .

Mengutip satu bait dari puisi atau lirik fenomenal yang menjadi salah satu soundtrack pada film GIe, mengingatkan saya bahwa hari ini adalah tepat hari terakhir pada tahun ini (gak ngambung padahal ya). Yap, momen akhir tahun adalah hal yang selalu dinantiakan setiap orang untuk menghabiskan waktunya bersama keluarga, berlibur, melakukan perjalanan, atau bahkan ada yang masih berkutat di meja kerja dan depan komputer seperti saya sekarang ini. Dimana penghujung tahun menjadi momentum untuk merekap ulang wish list yang dibuat di awal tahun, menandai mana target dan tujuan yang sudah tercapai dan mulai membuat target lagi untuk tahun selanjutnya, yang biasa kita bilang sebagai resolusi. Selalu seperti itu, isn"t right?

Banyak doa dan harapan yang serta merta mengiringi momen pergantian tahun ini. Begitu pula dengan berbagai macam selebrasi yang dilakukan semua orang diseluruh penjuru dunia. Walaupun sebetulnya apa yang harus dirayakan dari sebuah hari pergantian tahun? Perayaan yang cukup fenomenal di seluruh dunia ini adalah perayaan dalam menyambut malam pergantian tahun. Meniup terompet, menyalakan kembang api, memainkan berbagai jenis musik, makan bersama sambil diiringi tawa dan canda. Ya, saya pun sempat melakukannya beberpa kali. Bersama teman ataupun keluarga. Namun yang harus diingat, momentum seperti ini adalah hal yang ditunggu bukan hanya sekedar untuk menyambut malam pergantian tahun saja, namun lebih kepada kebersamaan bersama sahabat dan keluarga. 

Hari ini, hari terakhir di tahun ini, adalah hari dimana saya ingin merangkum segala apa yang telah terjadi dan saya alami setahun  ke belakang. Kalau boleh jujur, saya adalah orang yang tidak pernah membuat target dan tujuan di setiap tahun ahahaha. Saya tidak pernah mempunyai resolusi yang benar-benar ingin saya raih selain menyelesaikan kuliah saya. Saya hanya menjalani apa yang sekiranya terjadi pada diri saya, tanpa membuat suatu harapan dan keinginan yang terlalu spesifik. Tapi, di tahun ini, banyak sekali hal yang terjadi dalam hidup saya.

Diawal tahun ini, saya resmi menjadi seorang istri. Mempunyai peran yang multi sebagai seorang mahasiswa yang gak pernah masuk kuliah, sebagai karyawan yang  tidak bisa dibilang teladan hingga akhirnya saya mempunyai peranan sebagai seorang istri dari seorang lelaki yang luar biasa. 

Dua bulan setelah menikah saya pun mengalami keguguran. Hal yang membuat saya merasa amat bersalah dan terpuruk. Kenapa harus diambil? Tapi, seiring berjalannya waktu saya pun sadar. Bahwa apapun yang diberi oleh-Nya akan pula kembali pada-Nya. 

Menjalani hari-hari sebagai seorang istri, pegawai dan tentunya mahasiswa pada akhir pekan membuat saya sungguh menikmati hidup saya ini. Selama hampir setahun hidup berdua diatap yang sama bersama seorang lelaki yang menurut saya sulit untuk digambarkan hahahha. Dan mungkin tahun depan kami tidak hanya hidup berdua, akan ada malaikat kecil yang melengkapi hidup kami. Ya, terima kasih untuk semua yang telah mendoakan kami, mendoakan saya khususnya. Allah maha baik, dipenghujung akhir tahun ini alhamdulillah kandungan saya tepat 3 bulan. Benar sekali, ketika Allah mengambil sesuatu dari kita, Dia akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Ketika kita ikhlas menerima apa yang terjadi pada kita, Allah akan gantikan semua kesedihan kita dengan kebahagiaan. Ketika Allah mengambil sesuatu dari kita, Dia akan menggantikannya dengan dua. Satu untuk mengganti yang telah diambil, dan satu lagi sebagai buah kesabaran kita. Tapi ternyata bayi saya hanya satu eheheheheheh (ngarep banget punya baby kembar).

Mohon doa kepada semuanya. Semoga dilancarkan segala sesuatunya hingga persalinan nanti aamiin
Semoga kita menjadi sosok yang lebih baik lagi yaa.. .

Salam :)