Blogroll

Rabu, 31 Juli 2019

Ketika Prioritas Kita tak lagi sama


Berbicara soal prioritas, tentu kita tahu bahwa prioritas adalah mendahulukan yang lebih penting dibandingkan yang lainnya. Maka dengan definisi itu, kita bisa cepat mengambil keputusan mana yang akan kita dahulukan dalam suatu hal.

So so an deh bahas soal prioritas, emang udah ngelakuin sesuatu sesuai prioritas ceu?  Ya kalau dipikir-pikir lagi sih kayaknya masih agak melenceng, tapi masih belajar menentukan apapun sesuai dengan prioritas.

Jadi gini ya, kenapa sih tiba-tiba nulis soal prioritas begini. Ini sebetulnya mandeg di kepala, sayang aja kalau gak dituangkan lewat tulisan, suka kepikiran terus. Beberapa waktu lalu sempet stalking album di akun Facebook, disana banyak banget foto yang disimpan dari aku masih sekolah sampe sekarang udah nikah dan punya anak. Kemudian terfokus ke salah satu album dimana aku masih sekolah dulu. Yang otomatis isinya itu foto-foto aku bareng sama temen-temen sekolah. Temen ekstrakulikuler, temen sekelas, temen geng, dan temen-temen deket lainnya. Lalu kemudian merenung sejenak, dulu kita deket banget loh, sekarang kok rasanya beda.

Yap, dulu sama temen-temen tuh hampir tiap libur sekolah selalu ada kegiatan aja. Sama temen ekskul selalu kumpul, hiking, ngeliwet, even cuman datang aja ke sekolah buat beres-beres basecamp. Sama temen geng hampir sebulan sekali pasti nginep di salah satu rumah, bikin seblak, masak-masak bikin spagethi, ngobrol ngaler ngidul begadang sampe malem.

Beranjak lulus sekolah, komunikasi masih tetap berjalan. Sebagian melanjutkan kuliah, sebagian melanjutkan kontrak kerja ditempat PKL, dan sebagian lagi entah kemana ahahaha.. .
Karena intensitas bertemu mulai sulit,maka media sosial dipergunakan untuk tetap bisa saling komunikasi, bertukar kabar dan berbagi gambar. Tak lupa dengan grup di BBM dan grup Whatsapp.

Sampai pada akhirnya satu persatu mulai meninggalkan masa lajangnya, menikah. Satu persatu teman mulai menemukan teman lainnya di tempat kerja, tempat kuliah, dan komunitas lain yang memungkinkan mereka lebih sering berbincang dan bertatap muka. Aku tidak bisa menyalahkan keadaan, fase seperti ini memang pasti akan terjadi. Sampai pada akhirnya chatingan di grup mungkin hanya dilihat sekilas saja, pada akhirnya saat kita berencana untuk berjumpa mendadak tidak bisa karena kebetulan ada acara lain, pada akhirnya aku merasa mereka mulai berubah.. .

Dan entahlah, entah mereka yang berubah atau aku yang terlaku terbawa perasaan. Lambat laun fase seperti ini toh memang pasti akan terjadi. Dimana kenyamanan sudah tak dirasakan hingga akhirnya mencari dan menemukan kenyamanan lain. Dimana pola pikir dan pola hidup sudah mulai tidak sejalan dan akhirnya menemukan naungan yang lain.

Dulu, aku begitu dekat dengan teman-teman lelaki. Sampai pernah kita berangkat naik gunung dan aku hanya satu-satunya perempuan yang ada di rombongan. Pada waktu itu, aku percaya bahwa teman-teman akan menjagaku. Maka tidak ada kekhawatiran yang aku rasakan ketika bersama mereka. Karena kebiasaan bergaul dengan teman lelaki itulah, aku mendapatkan teguran dari suamiku saat aku sudah menikah. Katanya, sekarang prioritas kita sudah berbeda. Ada hati dan perasaan yang mesti kita jaga ketika kita berinteraksi dengan teman lain, apalagi lawan jenis.

Maka, aku paham sekarang. Tidak ada orang yang terlalu sibuk untuk sekedar menanggapi, namun kini prioritas kita sudah berbeda. Dan mungkin aku hanya belum terbiasa saja. Karena yang kutahu, sebelum kita sejauh matahari kita pernah sedekat nadi 😊

Salam,
Ibun Diyana