Blogroll

Sabtu, 13 April 2019

Balada Macan Adu

Raaaaaaaaawwwwwwrrrrrrrrrrrr...

Apa yang pertama ada dibenak kalian ketika membaca judul postingan ini? Kaget? Heran? Atau biasa aja? Mungkin biasa aja kali ya haha..
So, ini bukan tentang macan yang diaduin ya guys. Atau tentang mengadu-ngadu macan. Duh apasih suka gak jelas deh eceu, monmaap yak.
Macan Adu, jadi ya guys macan adu itu adalah sebuah singkatan daripada Mama Cantik Anak Dua eyaaakkkkkk. Why why why? Terus kenapa ceu? Jadi ya guys aku tuh mau coba ceritain pengalamanku menjadi seorang Macan Adu. Emang penting ceu? Hmmmmmm hmmmm hmmmm (ala sabyan)...Penting gak ya? Itu sih tergantung kalian yang baca, aku cuman ingin share aja tentang apa-apa yang sudah aku alami selama ini. Syukur-syukur ada pelajaran yang bisa di ambil. aamiinin atuh guys.. .

Jadi guys, aku nikah itu 11 Januari 2015  ketika usiaku 22 tahun (plis jangan langsung pada nyanyi lagu 11 Januari nya kang Armand plis). Dibilang nikah muda, engga juga kan ya. Usia cukup lah karena sebetulnya masih banyak orang-orang yang menikah di usia lebih muda dari usiaku saat itu. Dan posisi aku saat itu adalah masih menjadi seorang karyawan teladan dari sebuah perusahaan Jasa di bidang Service elektronik plus seorang mahasiswa. tsaahhhhh
terus apa hubungannya? gak ada sih sebenernya gakgakgakgakgak

Keinginanku dan suami pada saat awal menikah adalah ingin memiliki banyak anak. Terinspirasi dengan keluarga Gen Halilintar yang punya anak cem kesebelasan sepak bola, aku dan suami turut serta berkeinginan memiliki anak banyak dengan cara tunji. You know tunji? Tunji adalah sataun hiji atau setahun satu. Istilah yang suka dipakai oleh orang Sunda Zaman dulu ketika memiliki anak banyak. Tiga bulan setelah menikah atau sekitar bulan Maret aku positif hamil. Namun qodarulloh janin yang ku kandung tidak bisa bertahan sehingga dia menggugurkan diri. Aku keguguran di usia kandunganku yang baru 5 minggu (pernah kuceritakan di postingan sebelumnya). Kemudian sekitar 7 bulan pasca keguguran aku baru hamil lagi, alhamdulillah. Dan melahirkan anak pertamaku pada Bulan Juli 2016. 

Dikarenakan dari awal aku dan suamiku ingin memiliki anak yang banyak, jadi aku menunda untuk ber-KB. Dan we o we wow, aku diberi kesempatan untuk hamil lagi ketika usia Anjani masih 9 bulan. Shock? Tentunya. Memang kami merencanakan untuk memiliki banyak anak namun tidak secepat itu pula. Tapi apalah daya kami, yang Maha pemberi rezeki sudah berkehendak maka kami terima dengan senang hati. Walaupun sebelumnya sempat menangis karena kasihan melihat Anjani ku yang masih unyu-unyu dan butuh perhatian lebih akan segera menjadi kakak kicil. Puji syukur kepada Allah yang sudah memampukan aku menjalani kehamilan sembari mengurus seorang batita. Puji syukur kepada Allah yang telah memberikan kemudahan dalam setiap proses yang aku jalani. Puji syukur kepada Allah yang telah membuat Anjani begitu hebat dan tangguh. Ketika kebanyakan anak yang belum genap 1 tahun dikabarkan akan memiliki adik lalu kemudian kacentet/lanus, ini apa ya bahasa enaknya duh maap eceu kurang tau deh. (kecentet/lanus adalah kondisi dimana anak mulai sakit-sakitan, susah makan, dll dikarenakan mungkin baper akan memiliki adik), Anjani tumbuh dengan kondisi no drama-drama. Nafsu makan? tetep oke. Kesehatan? alhamdulillah oke, jadi ya dia mah no problem guys mau punya adik tuh. Tetep aja doyan makan gembul bahenol. Alhamdulillah ya..

Dan, disaat kumerasa enjoy dengan kondisi ini, ada saja omongan orang-orang yang menjatuhkan mood. “kasihan masih kecil udah punya adik”, atau “makanya di KB atuh”. Awal-awal aku baper denger omongan kayak gitu, tapi lama-lama aku jadi kebal. Hellooww emangnya kenapa? Situ gak bakalan ikutan repot kok, baik-baik yaa kalo ngomong. Jadi ya kalau ada yang ngomong begitu aku senyumin aja, toh mereka cuman ikut heboh ngerecokin doang padahal mah mereka gak akan aku repotin juga.

Well, gak menampik kalau perasaan cemas, takut, dan lain sebagainya menghampiri ketika mendekati proses persalinan. Bukan, bukan proses persalinannya yang aku khawatirkan. Namun proses dari setelah melahirkannya itu, dimana nanti akan ada satu batita dan satu bayi yang menghiasi hari-hariku. Perasaan khawatir apakah aku mampu menjalani hari-hari, mengurus dan membersamai mereka. Namun, doa dan dukungan suami selalu meyakinkanku bahwa aku pasti bisa. Pun aku sudah sempat sharing dengan teman-teman yang memiliki pengalaman mengurus anak-anak dengan jarak usia yang dekat. Mereka selalu meyakinkanku bahwa aku akan bisa melewatinya. Bahwa aku pasti mampu. Hilangkan semua ketakutan dan keraguan, percaya pada diri sendiri dan yakin akan selalu ada pertolongan dari Allah. Masya Allah, kala itu aku bersyukur sekali mendapatkan support yang memang benar-benar aku butuhkan. Dan aku siap untuk menghadapi semuanya.

Proses Persalinan
Persalinan anak kedua ini sudah direncanakan dari jauh-jauh hari bahwa akan dilakukan di Serang. Kota dimana aku dan suamiku merantau, karena kami sama-sama dari Bandung. Maka sekitar dua minggu menjelang persalinan aku ditemani oleh Mama Mertua. Tanggal 5 Desember 2017, saat itu suamiku kerja malam dan dirumah hanya ada aku, Anjani dan Mama. Tak ada tanda-tanda signifikan bahwa aku akan melahirkan. Kontraksi masih kurasa sesekali saja. Namun ternyata tidurku tak cukup nyenyak malam itu. Aku bolak-balik ke kamar mandi karena beser dan merasakan sedikit mulas. Tapi aku masih bisa menahan rasa mulasnya. Aku belum ngeh kalau rasa mulas itu adalah gelombang cinta alias kontraksi. Hingga akhirnya ketika aku akan melaksanakan sholat subuh kudapati bercak darah disertai lendir, dan oh hari yang dinanti sudah tiba ucapku dalam hati. Saat itu aku merasa cukup tenang, no panik-panik. Langsung ku beritahu suamiku yang masih berada di tempat kerja bahwa tanda-tanda melahirkan sudah ada, ku suruh dia untuk segera pulang. Aku bilang pada mama untuk siap-siap kalau kita akan ke klinik. Ku bangunkan Anjani yang masih terlelap dalam tidurnya dan ku persiapkan semua perbekalan. Tanggal 6 Desember 2017 pukul 6 pagi kami berangkat ke klinik bersalin menggunakan taksi online. Bermodalkan aplikasi kontraksi yang ada di HP aku mulai menghitung seberapa sering gelombang cinta itu muncul. 11 menit sekali, lalu 8 menit sekali dan aku semakin yakin kalau aku akan melahirkan hari itu juga. Pukul setengah 7 sampailah kami di klinik. Langsung daftar dan bilang kalau saya sudah merasakan kontraksi. Masuk ruang periksa dan we o we wow, suster bilang bahwa aku hebat. Why? Karena ternyata saat itu aku sudah memasuki bukaan 5 mau ke 6. Jadi semalaman aku tak bisa tidur nyenyak karena gelombang cinta itu terus muncul, happy sekali tapi. Aku masih tenang, masih bisa jalan kaki ke depan klinik untuk beli nasi uduk, hahaha. Aku beritahu orang tuaku di Bandung bahwa aku akan segera melahirkan, ku minta doa dari mereka untuk kelancaran persalinanku. For sure, lahiran kedua ini aku merasa lebih tenang, santai, dan seterong mak. Kemudian masuk ruangan, ganti baju pake daster dan dipasang infus. Dan itu adalah pertama kalinya aku dipasang infus guys setelah 26 tahun ku hidup didunia. Sekitar pukul 8 Eja, suamiku datang. Tenang rasanya karena dia yang akan menemaniku melahirkan sementara Mama akan menemani Anjani. Gelombang cinta semakin sering muncul dan Bu Bidan menyuruhku untuk tetap berbaring di tempat tidur, katanya biar bukaannya gak makin nambah. Loh? Ketika melahirkan anak pertama dulu aku diminta untuk berjalan-jalan agar menambah pembukaan ini aku diminta untuk tiduran saja, kenapa? Ternyata eh ternyata satu jam kedepan Bu Bidan yang akan membantuku melahirkan mau ada rapat. Ya Allah bisa-bisanya kan ya. Antara konyol dan, yaudahlah yaaa. 

Si bayik di dalam perut masih anteng dan bisa diajak kompromi buat gak buru-buru keluar saat itu juga. Sementara gelombang cinta semakin sering muncul dan semakin dahsyat rasanya. Akhirnya aku masuk ruang bersalin. Beberapa asisten bidan menemaniku, meyakinkanku dan membuatku tenang. Tengah hari pukul 12 an akhirnya gelombang cinta maha dahsyat sudah tak bisa dibendung, untungnya Bu Bidan sudah siap dan kemudian menuntunku mengejan. Aku lupa berapa kali mengejan sampai akhirnya si bayik keluar, Alhamdulillah. “laki-laki ya Bu”, ucap Bu Bidan. Aku mengangguk lirih karena memang sudah diprediksikan bahwa bayi keduaku ini laki-laki. “3.7kg Bu, pantesan rada susah ngeluarinnya” tambahnya. Aku cukup kaget sih karena memang lumayan besar, dulu Anjani lahir 3.2kg, bedanya 5 ons. Lalu kemudian aku pasrah dengan apa yang dilakukan para bidan itu terhadapku setelah si bayik keluar, wkwkwkwk

Sekitar satu jam pasca melahirkan aku dipindah ke ruang perawatan. Disana sudah ada Anjani dan Mama menunggu kami, plus ada temannya Eja juga istrinya, yang kini menjadi Bude dan Pakdenya anak-anakku. Well, Anjani officially jadi seorang kakak. Anak gadis yang usianya belum genap 2 tahun itu pun menyambut dengan gembira kehadiran anggota baru di keluarga kami. Masya Allah Tabarakallah.. .

Balada Macan Adu
Aku hanya menginap semalam di klinik. Besok paginya sekitar pukul 10 kami pulang ke rumah. Dan, perjuanganku dimulai, Bismillahirrohmanirrohim.. .

Saat itu Anjani cukup mengerti akan kehadiran anggota baru di keluarga kami. Namun saat itu pula Anjani belum cukup paham bahwa dengan hadirnya anggota baru ini dia harus berbagi semuanya. Maka, yang harus kami jelaskan saat itu pada sang kakak adalah kondisi dimana dia harus berbagi. Berbagi tempat tidur, berbagi waktu ayah dan ibunnya dalam membersamai dan mengurus dia dan adiknya. Perhatian dan kasih sayang harus tetap tercurah dengan adanya adik, namun justru perasaan itu akan bertambah bukan malah malah berkurang. Alhamdulillah Allah mampukan aku. Hari ketiga pasca melahirkan aku sudah kuat ke dapur untuk membuat sarapan, mencuci piring dan popok. Memang saat itu ada Mama, namun aku tidak mau bergantung karena pada akhirnya aku akan melakukan semua pekerjaan itu setelah Mama tidak menemaniku lagi. Aku gak mau ngoyo-ngoyo bermanja-manja. Ketika dulu saat melahirkan anak pertama aku bak seorang putri yang segala sesuatunya dilayani oleh Ibu, dari mulai menyiapkan sarapan, memandikan bayi, dan mencuci popok, kali ini aku harus bisa self service, harus mandiri dan tangguh.

Aku hanya ditemani Mama 2 minggu pasca melahirkan. Kemudian setelah itu aku mengurus semuanya sendiri. Eh enggak deh, setelah itu aku mengurus semuanya berdua dengan suamiku,  tanpa ART, tanpa pengasuh. Hanya kami berdua, berempat dengan anak-anak yang hidup di tanah rantau jauh dari saudara dan keluarga. Dan Alhamdulillah kami mampu melewati hari demi hari. Walaupun pada kenyataannya kerap kali aku mengeluh karena lelah. Ketika suamiku harus bekerja dan aku hanya bertiga dengan anak-anak di rumah, aku tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat. Karena saat sang kakak tidur adik bayi bangun, begitu pula saat sang bayi tidur si kakak bangun dan minta ditemani bermain. Tak jarang aku merasa sangat lelah, teramat lelah. Sampai akhirnya aku menangisi keadaanku. Dan ketika suamiku mengetahui keadaanku yang seperti itu, dia selalu mengingatkanku bahwa fase ini akan terlewati, akan kami lewati bersama, dia selalu mengingatkanku untuk ikhlas menjalani semuanya, karena dari situlah ada pahala mengalir untukku. “sabar ya, yang ikhlas, bentar lagi, gak akan lama”, “ga usah mikirin kerjaan rumah, cucian baju, cucian piring, beres-beres biar nanti Aa bantuin kalau udah pulang kerja, kamu urusin aja anak-anak dan jangan lupa makan”, begitu terus yang dia bilang. Sampai akhirnya sering banget aku gak siapin sarapan dia kalau pas masuk kerja pagi, atau dia membiarkan aku untuk bangun lebih siang ketika dia masuk kerja siang. Bantuin beres-beres dan bersih-bersih rumah, nyuci piring, nyuci baju, masakin sarapan, mandiin Anjani dan masih banyak lagi yang dia bantu. Padahal aku tau dia juga capek kerja, tapi dia sama sekali gak keberatan untuk bantu aku meringankan pekerjaanku di rumah.

Aku mencoba berdamai dengan keadaan, terlebih berdamai dengan diri sendiri dalam menghadapi situasi dan kondisiku sekarang. Mencoba menikmati setiap waktu yang kuhabiskan untuk membersamai anak-anak di rumah. Menikmati momen disaat aku sedang menyusui adik bayi, kemudian sang kakak poop. Akhirnya harus ku lepaskan dengan paksa si adik yang sedang menyusu lalu aku menceboki si kakak sembari kudengar tangisan sang adik dari kamar mandi. Momen dimana kami semua lapar ingin makan. Akhirnya kuambil nasi dan lauk ke dalam piring, ku gendong adik bayi dan mencari posisi duduk paling nyaman. Ku susui sang bayi sambil menyuapi si kakak lalu tak lupa menyuapkan juga makanan ke mulutku. Kemudian ada jeda waktu sedikit ku ambil HP ku lalu ku update status ahahahaha emak-emak jaman now banget yekaannnn.

Kunikmati hari-hari penuh kericuhan dan kehebohan dalam membersamai anak-anak. Sampai akhirnya aku bisa menata ulang jadwal dan waktuku agar aku masih tetap bisa mengerjakan pekerjaan domestik dan juga membersamai anak-anak. Dan semua mengalir begitu saja. Aku masih bisa memasak walaupun gak tiap hari, masih bisa mencuci baju dan piring bila sempat dan masih bisa membuat cemilan cepuluh untuk ku makan.

Pada akhirnya aku menikmati peranku sebagai seorang mama cantik anak dua hihihihi. Meskipun setiap hari harus berpacu dengan waktu. Memandikan siapa dulu yang bangun duluan lalu menyuapi sarapan. Menemani bermain sambil masak atau mencuci baju. Belanja sayur ke warung sambil menggandeng kakak dan mendorong adik (pakai sepeda/stroller). Merelakan waktu tidur siang untuk membereskan mainan anak-anak yang berserakan, atau sekedar melipat pakaian yang telah kering dijemur. Karena ketika aku mengeluhkan keadaanku hanya karena lelah, aku tahu banyak orang diluar sana yang ingin sekali merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang akan kau dustakan?

Terus terus, apa aku lantas kemudian menjadi ibu yang super sempurna? Nyatanya belum guys. Aku hanya manueia biasa yang gak pernah luput dari salah dan khilaf. Aku bukan tipikal orang yang penyabar dan lemah lembut, maka ketika aku dihadapkan dengan situasi dan kondisi yang membuat tensi darah meninggi, aku akan kesal dan marah. Pun itu yang terjadi ketika aku menghadapi anak-anak yang tingkah polahnya bisa membuat emosi dan berbicara dengan nada tinggi. Misalnya ketika anak-anak sedang susah makan, aku yang merasa udah cape-cape masak tapi anak-anak gak mau makan pasti akan merasa kesal. Lalu saat anak-anak susah diajak mandi, atau malah susah ketika akan dipakaikan baju. Hal-hal receh macam begitu tuh kalau keseringan ya bisa buat mamak emosi. Terus harus gimana atuh ya? Ikhlas cenah guys, kuncinya itu ikhlas. Sebab kalau hanya sabar mah bakalan tetep kukulutus (ngedumel), tapi kalau ikhlas itu, yaudah. Dan aku belum sampe ke tahap itu guys, doakan aku ya semoga bisa sabar dan ikhlas dalam menghadapi dan membersamai duobocil yang lagi mejeuhna ini. Karena dibalik semua kericuhan yang mereka buat, terdapat pula banyak hal yang menyenangkan terjadi. Misal ketika sedang akur bermain bersama, saling berbagi mainan dan makanan, bercanda bersama sampai tertawa terbahak.

Oiya, kalian mau tahu apa yang membuat aku mampu melakukan dan melewati fase ini? Itu karena aku memiliki support system yang amat luar biasa yang Allah berikan buat aku. Mau tau apa? Yap, support system itu adalah suamiku. Aku gak tahu apa yang akan terjadi jika tidak ada dukungan darinya. Bukan hanya sekedar dukungan kata-kata bilang sabar atau ikhlas, tapi dukungan dalam bentuk nyata yang turut serta membantuku dalam mengurus anak-anak, membantu dalam mengerjakan pekerjaan domestik, menghibur saat aku lelah, ngajak jalan-jalan walau cuma ke indomaret depan komplek buat beli jus atau somay ckckckck, terlebih pengakuan darinya bahwa aku sudah melakukan yang terbaik, ucapan sayang dan cinta yang tiada henti juga tidak pernah lupa untuk  mengucapkan terima kasih atas semua yang sudah aku lakukan. Jadi kapan rencana mau nambah anak lagi? loh? wkwkwkwkwk. Nanti aja lah kalau Anjani udah sekolah SD gakgakgakgak

Jadinya guys, buat kalian yang sekarang sedang dihadapkan dengan keadaan seperti ini, tenang kalian gak sendiri kok. Aku pernah ada di fase itu dan mengalami masa-masa tersulit saat itu dan aku berhasil melewatinya sampai hari ini. Semua gak lepas dari peran dan dukungan suami sebagai orang terdekat. Orang yang sekarang adalah satu-satunya yang paling mengerti kondisi kita seperti apa. Yang pasti komunikasi itu penting, jangan pernah sungkan untuk meminta bantuannya untuk masalah apapun. Jangan cuman mau enak pas bikinnya aja kan, giliran udah lahir ke dunia gak mau bantu ngurusin dan nemenin main wkwkwkwk. Dan yang gak kalah penting adalah yang tahu kapasitas dan kemampuan kita adalah diri kita sendiri. Kalau gak bisa melakukan suatu hal, gak usah maksain. Kalau suami juga gak bisa bantu, bisa kita delegasikan ke orang lain yang kita percaya seperti contoh bantu kerjaan domestik dll. Karena kalau kita memaksakan segala sesuatunya dikerjakan sendiri, yang ada kita capek sendiri guys kalau semua gak selesai, ujung-ujungnya ngedumel dan malah bisa stres. Jadi, buat diri kita bahagia dulu. Maka kita akan tularkan aura bahagia itu dalam membersamai anak-anak. Kan anak yang bahagia itu tumbuh bersama ibu yang bahagia.

Terakhir, menurut Ibok Retno Hening dari bukunya yang aku baca, bahwa “ketika kita di anugerahkan anak, Allah akan mampukan kita dalam mengurusnya, yang kita perlukan hanyalah ‘yakin’”. Yakin bahwa kita mampu, yakin bahwa kita bisa, yakin bahwa kita sanggup. 😊
Selamat menjalani hari-hari dengan segala macam keriweuhan bersama anak-anak ya guys. Selamat menikmati hal-hal yang tidak terduga namun akan membuat kita tersenyum bahkan tertawa ketika mengingatnya.



Salam Macan Adu.. .

Ibun Diyana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar