Ini adalah coretan pertama saya ditahun ini. Setelah beberapa
kali gagal memposting cerita perjalanan yang sebenernya ingin banget di share,
tapi apadaya kalau ujung-ujungnya nyangkut di draft doang. Akhirnya dengan
adanya coretan ini blog saya hidup kembali #takeadeepbreath
Masih tentang perjalanan, tentang pendakian. Tentang mimpi
dan angan-angan. Tentang Anjani, yang bukan hanya sekedar mendaki. Tapi ini tentang
perjalanan hati
Disini saya akan mencoba menceritakan setiap kejadian dengan
cukup singkat jelas dan padat. Berusaha untuk tidak menambah tapi mungkin akan mengurangi.
Tapi ya maaf-maaf aja kalau ada yang keceletot, da aku mah apa atuh hanya
makhluk manis yang berusaha mencoba menulis hahahha
Sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih, kepada Allah SWT yang telah memperkenankan saya melakukan perjalanan ini. Ibu dan Bapak saya, yang selalu mendukung setiap kegiatan saya. Kepada Bapak Leader yang dengan senang hati memberikan saya izin cuti selama seminggu haha. Kepada rekan satu tim yang baik hati dan sabar menghadapi saya yang menyebalkan ini sepanjang perjalanan, Team Koyo, Kak Hilwan, Teh Rini, Acun, Cumi, Kang Adam, Kang Deri, Kang Dwi, Ghilman, Abang, Shadam dan Yoss kalian Ruarrrrrrrrr Biasaaaaaa. Sekarang saya tahu kalau kalian begitu menyayangi saya, terimakasih :)
Day 1, 24 Mei 2014 Selamat datang Rinjani
Si burung besi berhasil mengantarkan saya dan ke-12 kawan
lainnya menyebrangi lautan hingga sampailah kami di Pulau Lombok, Mataram. Dari Bandara Internasional Lombok kami masih
harus menempuh perjalanan darat selama kurang lebih 6 jam untuk mencapai titik
awal pendakian. Saya yang pada saat itu mendapat tugas sebagai sie logistic meminta
sopir elf untuk mampir sebentar ke pasar. Membeli sayuran dan bahan masakan
lainnya untuk keperluan logistik tim kami selama pendakian.
Perjalanan mulai memasuki trek yang berkelok. Kalau diibaratin
di Jawa Barat mah itu teh trek ke Subang, atau mungkin Ciwidey, atau bisa jadi
juga Gentong (tapi gak separahu itu sih). Sepanjang perjalanan kami disambut
oleh puluhan mungkin bahkan ratusan kera. Habitatnya masih asri sehingga para
kera tersebut masih bebas berkeliaran di tempat asalnya. Tujuan kami adalah
pintu sembalun. Sekitar pukul 3 sore waktu setempat tim kami sampai di pos
pintu sembalun. Repacking lalu kemudian mencari mushala. Pukul setengah 5 kamipun
siap untuk trekking. Berdoa dimulai.. .
Saya yang pada waktu itu dalam kondisi yang memang kurang
fit selalu menjadi pejalan terbelakang. Emmm, maksudnya paling belakang. Nafas mulai
ngos-ngosan. Keringet mulai bercucuran. Tapi entahlah, saya selalu merasa bahwa
tim saya sangat amat solid. Saya yang jalan paling lama ditunggui, disemangati,
bahkan sampai tas carielpun mereka bawakan. Menjelang petang kabut mulai turun.
Saya yang memang sebelum berangkat jarang olahraga, gak pernah tc
udah mulai keteteran sama treknya akhirnya ditinggalin sama yang lain menuju
pos1. Tinggallah saya bersama kak Hilwan, Kang Adam, Abang dan Ghilman (ingetnya
cuman itu aja).
Gak bias ngalahin ngantuk. Gak bias ngalahin males. Inilah tujuan
naik gunung. Bukan untuk menaklukan puncak, tapi bagaimana caranya bias menaklukan
ego diri sendiri. Dan belum apa-apa saya sudah merasa kalah :(
Jalan lima langkah langsung ambruk. Dibantuin bangun lagi. Disemangatin
lagi. Ingin tidur lagi. Padahal pos 1 pun belum sampai. Ya allah udah ngerasa
gak kuat. Mual, pusing, dingin, baju basah sama keringet. Tapi akhirnya berkat
kesabaran mereka yang menemani saya akhirnya saya bisa sampai di pos1 dengan
selamat sentausa. Alhamdulillah
Sesampainya di pos1 kami sengaja tidak mendirikan camp,
karena disana terdapat pendopo yang biasa digunakan untuk beristirahat. Saatnya
mengisi perut yang seharian ini dibiarkan kosong. Nasi liwet, sayur sop dan rendang
bekal Kang adam menjadi menu makan malam kami saat itu. Setelah perut terisi
dan selesai beribadah waktunya beristirahat. Malam itu, pos1 sembalun sangat
indah bertabur bintang. Semilir angin tidak membuat tidur saya terusik, justru
membuat saya semakin larut dalam lelap. Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?
sampai di Bandara Internasional Lombok |
![]() |
tetep eksis di dalam elf |
![]() |
@basecamp sembalun |
![]() |
memulai perjalanan |
Day 2, 25 Mei 2014 Nikmatnya bukit penyesalan
Tidur saya semalam cukup lelap. Berharap bisa mengembalikan
stamina saya yang sudah anjlok. Selepas shalat subuh kami menyiapkan sarapan
lalu packing. Menu makan pagi itu cukup sederhana namun ternyata mewah untuk
ukuran masakan di gunung, nasi liwet dan ayam goreng. Tapi ternyata menu seenak
itu tidak membangkitkan nafsu makan saya. Ah, padahal perjalanan hari ini akan
cukup melelahkan. Tapi mudah-mudahan saya bisa melewati hari ini dengan baik, harap
saya.
Setelah selesai packing dan berfoto, kami ber-12 siap untuk
melanjutkan perjalanan. Tujuan kami sekarang adalah plawangan sembalun.
Estimasi waktu sebelum matahari tenggelam kita sudah sampai disana. Tapi
rencana hanya sebuah rencana. Kenyataan fisik ternyata tidak mendukung, khususnya
saya haha.. .
Pukul delapan pagi waktu setempat kami melanjutkan
perjalanan. Saya yang memang merasa sedikit agak lambat dibanding dengan yang
lain mencuri start untuk berjalan lebih dulu (walaupun pada akhirnya tetep
kesusul juga). Pos 2 sudah Nampak dari kejauhan rupanya. Lagu-lagu Fiersha
Besari menemani setiap langkah saya menuju Pos 2. Sementara teman-teman yang
lain asyik dengan nyanyian mereka dibelakang saya. Sesampainya di pos 2
ternyata terdapat warung disamping pendopo. Yang jual ibu-ibu, Nampak mungkin
separuh baya. Saya gak habis pikir gimana ceritanya si ibu bisa melewati trek
hingga sampailah dia berjualan disitu. Ah, jangankan untuk memikirkan itu, saya
sendiri saja sudah repot membawa diri.
Rehat sejenak. Teh
manis panas menjadi pilihan kami, karena rupanya tim kami lupa untuk membawa
teh. Setelah dirasa cukup kami melanjutkan perjalanan. Abang, mengambil
inisiatif untuk membawakan tas cariel saya. Katanya biar jalannya lebih cepat.
Sementara Yoss membawakan tas pinggang saya. Dengan hanya bermodalkan trekking
pole berharap saya bisa berjalan lebih cepat dan tidak tertinggal lagi. Tujuan
kami sekarang pos 3. Trek masih cukup landai dan kadang sedikit menanjak dengan
pemandangan sabana. Bukit-bukit terlihat berjejeran sementara puncak anjani
masih tegak angkuh dikelilingi awan putih.
Saya masih tetap tertinggal dibelakang. Seingat saya waktu
itu saya berjalan ditemani Kang Adam, Ghilman, Yoss, Acun dan Abang yang satu
persatu juga melewati saya. Tersalip beberapa rombongan pendaki yang lain
rupanya tidak memicu kaki saya untuk berjalan lebih cepat. Sesak. Padahal ini
belum apa-apa. Didepan katanya ada 9 bukit yang harus dilewati. Para pendaki
menyebutnya bukit penyesalan, katanya karena kita akan menyesal pernah mendaki
Rinjani. Perlahan. Akhirnya saya sampai di pos3. Sebagian dari kami mengisi
persediaan air untuk bekal di perjalanan. Saya mengambil posisi untuk
beristirahat. As always and usual, saya tidak pernah bisa menahan rasa kantuk.
Sejenak memejamkan mata lalu kemudian melanjutkan perjalanan.
Saya jauh tertinggal dibelakang bersama Kak Hilwan, Kang
Adam, Kang Deri dan Kang Dwi. Kang Adam bilang “ini moment langka, jadi harus
dinikmati setiap waktunya” (kalau gak salah kurang lebih kalimatnya seperti
itu). Santai saja, puncaknya masih disana kok gak kemana-mana. Sesaat saya
merasa senang, sebagai salah satu anggota dari Adam Fans Club bisa melakukan
perjalanan bersama dengan yang bersangkutan (hahaha intermezzo). Tiba-tiba
perut saya berbunyi, cacing-cacing diperut ternyata mulai berdemo. Saat itu
sudah tengah hari. Saya memutuskan untuk mengganjal perut yang lapar ini dengan
buah apel yang saya bawa. Satu buah apel dimakan berlima, nyangkut doang di
tenggorokan, Alhamdulillah.
Benar-benar perjalanan yang santai. 15 menit
berjalan kemudian istirahat, tidur. Terus seperti itu sampai akhirnya kami
menemukan tempat yang benar-benar pewe untuk dijadikan lapak untuk tidur siang.
Sudah tidak terhitung berapa puluh rombongan pendaki yang sudah melewati kami.
Berapa puluh porter juga yang dengan cepat berjalan menuju plawangan. Hanya
dengan memakai sandal japit sambil menanggung beban barang bawaan pendaki, tak
kenal lelah dan malah menyemangati kami. Lelap, nikmat. Bahkan kata Kang Dwi
kami tertidur hingga mendengkur haha.
Bukit penyesalan. Lebih tepat mungkin kalau dikasih nama
bukit penyiksaan. Ya Tuhan ini udah ingin nangis banget kenapa tanjakannya gak
berhenti-berhenti. Kami para pendaki diberi harapan palsu. Dikira udah habis
tanjakannya, ternyata didepan masih nungguin bukit selanjutnya. Sampai di bukit
ke-6, yang katanya ini bukit paling panjang dan ngeselin. Kebukti, perasaan
udah lama banget jalan tapi gak nyampe-nyampe ujungnya. Akhirnya kami
memutuskan untuk shalat dahulu, menjama shalat dzuhur yang sudah terlewat
dengan shalat ashar. Perjalananpun kami
lanjutkan.
Matahari mulai kembali ke peraduannya. Jingga mulai merona. Senja
di Lombok Utara bisa saya saksikan di atas ketinggian ini. Mata kami sedang
dimanjakan, sayang kalau dilewatkan. Beberapa gambarpun kami ambil, moment
langka. Kami merasa berpijak semakin tinggi, tapi saya merasa kalau Anjani semakin
menjauh. Memasuki bukit terakhir, vegetasi lebih rapat oleh pepohonan tinggi. Siapa
bilang kalau bukit ke-6 itu paling panjang, saya rasa bukit terakhir inilah
yang paling melelahkan. Sisa-sisa tenaga saya sudah hampir dibatas maksimalnya
saya rasa. Saya mulai batuk-batuk, udara semakin dingin akhirnya membuat saya
harus memakai jaket. Perlahan saya mencoba untuk terus berjalan, tapi rasa mual
menghentikan langkah saya seketika. Saya muntah. Tidak ada yang keluar selain
cairan lambung. Pahit (tapi lebih pahit mengenang masa lalu kayaknya haha). Saat
itu saya hanya bersama Kang Adam dan Kak Hilwan, yang lain mungkin sudah sampai
camp. Saya terdiam sejenak, tiba-tiba bertanya pada diri sendiri “naik gunung
sampe repotnya sebegini amat ngapain sih diyana?”. Lamunan saya buyar ketika
seorang pendaki bertanya pada Kak Hilwan mengenai kondisi saya saat itu, “kenapa
mas mbaknya? Masuk angin?”, Kak Hilwan mengiyakan. Lalu mas-mas itu berkata
lagi, “dibalur dulu aja, ini saya ada counterpain bias dipakai gak ya?”,
seketika ingin teriak depan mukanya “woy gue muntah-muntah nih bukan keseleo”. Antara
kesel dan ingin ketawa dengernya, tapi ah yasyudalah. Sayapun melanjutkan
perjalanan. Plawangan sembalun kala itu sudah ramai, ramai sekali. Tenda mulai
berjejeran. Senyum saya mulai merekah ketika mulai mendekati camp dan mendapati
teman-teman yang lainnya bercengkrama. Oia, tadi saya dijemput oleh Abang dan
Yoss, mereka bilang “ayo diy bentar lagi nyampe camp, udah disediain makanan
loh banyak”, tapi kenyataannya setelah sampai camp masih pada sibuk masak haha.
Saya langsung nimbrung di camp, masuk tenda lalu rebahan. Membiarkan yang lain
asyik diluar tenda, dan membiarkan Teh Rini masak sendiri. Hehe maaf ya teh. Waktu
makan tiba, tapi saya makan hanya sedikit, masih mual soalnya takut muntah lagi
kalau dipaksakan. Selesai makan kami bercanda, tertawa terbahak, sampai-sampai
di tegor porter tenda sebelah “mas-mas tolong ya jangan berisik tamu saya mau
istirahat” haha. Andai kalian tahu, melakukan perjalanan dengan tim ini tuh gak
pernah bisa nahan ketawa. Malam semakin larut, dingin mulai menyelimuti. Kami harus
segera beristirahat, besok dinihari kami akan melakukan summit attack ke
puncak. “Bawa aku ke puncak yah, seret aja kalau aku udah mulai males jalan”,
pinta saya pada tim. Malam itu saya tidur berdua dengan Teh Rini. Saya bersyukur
sudah bisa sampai disini, bersama mereka. Allah, terimakasih :)
![]() |
view dari pos 1 sembalun |
![]() |
sabana sembalun |
![]() |
jalur trekking |
![]() |
bukit penyesalan |
![]() |
porter (bukan porter kami) |
![]() |
jalur bukit penyesalan |
![]() |
lautan awan |
![]() |
senja di sembalun |
Day 3, 26 mei 2014 Gagal Muncak
Pukul satu dinihari kak Hilwan sudah membangunkan kami. Saya
masih larut dalam hangatnya sleeping bag ketika tenda mulai berguncang karena
digoyang-goyangkan. Waktunya summit, tapi entah kenapa saya ragu. Memilih untuk
tetap stay di tenda juga bukan pilihan yang bagus saya pikir, akhirnya saya
memutuskan untuk keluar tenda. Memakai jaket double dan slayer. Bismillah, saat
itu saya berusaha melawan rasa dingin dan kantuk. Dan saya salah, harusnya
jangan dilawan tapi dinikmati.
Pukul dua dinihari kami sudah siap untuk melakukan summit.
Berdoa lalu kemudian ritual pembagian koyo pun dilakukan hahahha. Ghilman, sang
pelopor pemakaian koyo di hidung, biar gak dingin katanya. Kami ber-11 pun
mulai berjalan menyusuri jalan setapak. Abang gak ikut summit, katanya gak enak
badan. Penerangan hanya berasal dari headlamp yang dipakai para pendaki. Dari
kejauhan saya sudah bisa melihat titik-titik cahaya itu mulai merayap keatas.
Ternyata banyak sekali pendaki yang melakukan summit lebih dulu. Baru 15 menit
berjalan saya mulai tumbeng, saya muntah lagi. Seperti biasa tidak ada yang
dapat saya keluarkan dari perut. Saya kesal, saya mulai merasa kalau saya
menghambat perjalanan. Terpikir untuk kembali ke camp, tapi niat itu saya
urungkan. Saya masih ingin menginjakkan kaki di puncak Anjani. Akhirnya saya
mulai berjalan, menapaki jalan setapak yang hanya muat untuk satu orang saja.
Trek mulai menanjak dan berpasir. Saya masih mual. Beberapa kali saya berhenti,
membiarkan rombongan pendaki lain mendahului. Saya mulai tidak bisa menahan
rasa kantuk. Trek menanjak dan berpasir tidak membuat saya kehabisan cara untuk
hanya sekedar merabahkan diri dan memejamkan mata. Saya mulai kelelahan.
Teman-teman yang lain bergerak mendahului saya. Sementara Kang Adam, Kak Hilwan
dan Yoss masih setia menemani saya. Saya tumbeng, mental saya down, ditambah
kondisi fisik saya yang mulai gontay membuat saya semakin malas untuk
meneruskan perjalanan. Maju lima langkah lalu kemudian ambruk, saya tertidur.
“de, bangun de nanti tidurnya diatas aja, tempatnya lebih luas” ucap kak
Hilwan. “bentar ya 5 menit lagi” ucap saya, namun kenyataannya 15 menit
kemudian saya baru bisa bangkit kembali haha.
Saya sudah tidak sanggup, sementara mereka masih tetap
menyemangati saya. “ayo de semangat, tuh puncaknya nungguin diatas”, “ayo na
pasti bisa, semangat!”. Suara-suara mereka masih tetap terdengar tapi kesadaran
saya sudah mulai menurun. Saya sudah enggan berjalan. Setiap melihat tempat
sedikit luas saya langsung merebahkan diri. Saya tahu mereka yang menemani saya
sudah mulai kesal dengan tingkah saya. sampai-sampai Kak Hilwan marah karena
saya kebanyakan tidurnya daripada jalannya. “ayo de jalan lagi jangan tidur
aja, itu nanti diatas ada tempat yang luas kamu bisa tidur sepuasnya nanti
disana”, bujuknya. Saya mengelak, “itu Kang Adam boleh tidur kenapa aku engga”.
Jelas saja, Kang Adam tidur hanya karena saya berhenti dan akan langsung bangun
ketika akan melanjutkan perjalanan, sementara saya sekalinya memejamkan mata
akan sulit lagi untuk bangun ( ya allah maapin baim ya allah ).
Matahari dengan malu-malu mulai menampakkan sinarnya,
sementara saya masih disitu-situ saja. Saya mencoba, saya berusaha untuk tetap
melangkahkan kaki tapi tetap sulit. “ayo dong dek masa kamu kalah sama si ****
bisa nyampe puncak”, ucap Kak Hilwan. Seketika kalimat itu megagetkan saya.
Saya marah, saya kesal. Maksudnya apa dibanding-bandingkan seperti itu, saya
gak suka. “gausah banding-bandingin aku sama dia” teriak saya sambil melengos
meninggalkan. Saya mencoba terus berjalan sembari hati menggerutu. Saya manyun.
Namun ternyata hal itu malah membuat Kak Hilwan dan Yoss menahan tawa mereka,
ppffftttttt.
Pukul setengah enam kami baru sampai di dataran yang agak
luas itu. Saya merebahkan diri lalu kemudian mengambil beberapa gambar. Sekitar
setengah jam kami berempat berdiam. Mengganjal perut dengan sosis dan minum
secukupnya lalu kemudian melanjutkan perjalanan. Porter bilang dari tempat tadi
kami beristirahat masih 3 jam lagi untuk mencapai puncak. Saya gak banyak
mikir, hanya terus berusaha agar kaki saya tetap mau melangkah. Satu jam
berjalan, saya menemukan tempat yang pas untuk tidur (masih tetap tidur menjadi
prioritas utama, heran). “mau tidur dulu boleh ya”, pinta saya kepada yang
lain, akhirnya kami berhenti dan saya mulai merebahkan diri. Dari kejauhan
Abang terlihat sedang berjalan “abaaaaaaaaang”, teriak saya. “sini bang istirahat,
aku mau tidur dulu”, saat itu saya hanya ditemani Abang dan Yoss, sementara
Kang Adam dan Kak Hilwan berjalan meninggalkan kami.
Saya tertidur cukup lama, dan ketika bangun saya merasa
haus. Saya baru sadar kalau semua perbekalan cemilan dan minum dibawa oleh Kak
Hilwan. Sementara Abang dan Yoss sudah tidak mempunyai bekal minum lagi. Saya
merengek, hingga akhirnya Yoss berinisiatif berjalan duluan untuk meminta minum
ke rombongan didepan. “yaudah aku duluan ya, nanti aku ambilin minum ke Kang
Hilwan” ucap Yoss. Saya dan abang meng-iyakan. 15 menit kemudian akhirnya Saya
dan Abang memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Trek mulai semakin menjanjak
dan berpasir. Para pendaki lain mulai turun karena mereka sudah sampai ke
puncak. Di perjalanan saya bertanya ke rombongan pendaki perempuan yang sedang
beristirahat “udah sampai atas mba?” tanya saya. “gak sampai, cuman sampai
puncak bayangan aja yang banyak batu-batunya, gak berani melanjutkan mba
treknya terjal” jawabnya. “kok sayang banget gak sampe puncak” gumam saya dalam
hati (belum tau aja trek didepan macem apa).
Para pendaki sudah banyak sekali yang turun, ketika melihat
Saya dan abang berjalan naik mereka sempat berkata “muncak mba, mas? Siang amat”,
Saya dan Abang hanya tersenyum. Mungkin saat itu waktu sudah munjukkan pukul 8
pagi. Waktu dimana biasanya para pendaki mulai turun dari puncak, sementara
kami masih merangkak naik. Dari kejauhan Yoss yang menggunakan jaket warna
hijau nampak berlari kearah Saya dan Abang. Ditengah kepulan debu Saya dan
Abang berhenti menunggui Yoss, “air minumnya habis gak ada lagi tinggal segini”,
ucap Yoss sembari menunjukkan botol air mineral yang isinya ah mungkin hanya
tinggal satu teguk saja. “yuk lanjut lagi, diatas ada dataran cukup luas”
tambahnya. Saya, Yoss dan Abang berjalan beriringan. Sebari terengah saya mulai
tersenyum ketika mendapati dataran luas yang terdapat gundukan batu, “puncak” pikir
saya., ah tapi bohong ternyata haha.. .
Saya bergegas mendekati tumpukan batu itu, kemudian duduk
selonjoran. Terperangah keatas, puncak ternyata masih sangat jauh. Sementara ketika
tertunduk ke bawah, subhanallah, saya ada diatas awan dan dibawah sana indahnya
danau segara anak terlihat dengan sangat jelas. Sudah setinggi ini tetapi saya
masih belum menggapai Anjani. Nafas saya terengah, detak jantung saya cepat
sekali. Saya, Yoss dan Abang duduk bersantai. Hanyut dalam pikiran
masing-masing. Saat itu juga saya memutuskan untuk tidak melanjutkan menuju
puncak. Sampai sini saja saya rasa sudah cukup. Saya tidak mau berambisi dan
menuruti egoism saya untuk tetap mencapai Anjani sementara saya tidak adil
dengan fisik saya. Selain itu saya akan lebih menyusahkan yang lainnya kalau
saya memaksakan diri untuk tetap ke puncak. Walaupun Yoss dan Abang
menyemangati saya pada saat itu, Saya malah menyuruh mereka untuk tetap
melanjutkan. Tidak adil untuk mereka kalau harus menunggui saya disitu. Mereka pasti
ingin sampai ke puncak. “kalian lanjutin aja sampe ke puncak, aku nunggu disini
aja gak apa-apa kok” ucap saya. “moal ah urang mah, didieu weh geus indah (gak
ah aku mah, disini juga sudah indah) ucap Abang.
Akhirnya Yoss melanjutkan perjalanan ke puncak, meninggalkan
Saya dan Abang berdua. Saya haus, sementara bekal minum sudah habis. Disamping saya
ada dua orang warga asing yang sedang beristirahat, mungkin habis dari puncak. Dibelakang
mereka ada lelaki paruh baya mengikuti, sudah bisa ditebak itu pasti porternya.
Saya ragu mau menyapa, saya hanya tersenyum tipis. Tapi saya haus, akhirnya
saya memberanikan diri untuk menyapa bapak porter dan meminta sedikit air minum
yang dibawanya. Alhamdulillah bisa minum juga walau seteguk dua teguk. Saat itu
banyak sekali warga asing yang mendaki Rinjani. Keeksotisan gunung ini ternyata
banyak menyita perhatian mereka yang rela jauh-jauh pergi dari negaranya untuk
menyambangi Anjani. Saya sedikit iri dengan kekuatan fisik mereka. Selama mendaki
tak sedikitpun keringat bercucuran saya lihat. Senyum selalu merekah di wajah
mereka yang cantik dan tampan. Biarlah, biar mereka tahu bahwa Negara saya ini
tidak kalah cantiknya dengan wajah-wajah mereka karena memiliki Anjani.
Selang beberapa menit setelah Yoss pergi ternyata Kak Hilwan
datang, berlari kecil dari atas menuju tempat Saya dan Abang berdiam. “udah
janji sama dia kalau dia gak muncak aku juga gak akan muncak” ucapnya sambil
menunjuk saya ketika Abang bertanya kenapa turun lagi. Saya tersenyum simpul,
ternyata dia masih ingat dengan janjinya. Akhirnya kami bertiga sibuk
masing-masing. Saya sibuk dengan kertas-kertas tulisan titipin adik saya. Jepret
sana jepret sini dan akhirnya saya memutuskan untuk turun ke camp sementara
Abang lebih memilih menunggui teman yang lain turun dari puncak. Kaki saya
mulai pegal, trek menurun yang harusnya bisa dilalui dengan berlari kecil saya
lewati dengan berjinjit sedikit. Saat itu cuaca cukup terik, ditambah debu dari
pasir membuat pengap. Jalur mulai sepi pendaki, hanya beberapa saja yang turun dan
ternyata ada beberapa juga yang naik. Kak Hilwan memutuskan untuk mampir ke
sumber air untuk mengambil persediaan air, kami akan memasak. Sementara saya
memilih lanjut berjalan ke camp karena sudah tidak tahan ingin beristirahat. Namun
dijalan ternyata saya bertemu dengan rombongan Maisa, saya tersenyum lalu
meminta minum haha (gak kuat haus banget). Team mereka sedang packing, katanya
mau menuju segara anak. Saya belum sampai camp, Kak Hilwan sudah datang. Akhirnya
kami berpamitan, berpisah dan berjanji bertemu nanti di segara anak.
Saya dan Kak Hilwan menuju camp. Lalu kemudian melemparkan
diri kedalam tenda, lelah sekali rasanya waktu itu. Padahal saya gak sampai ke
puncak. Saya lapar, Kak Hilwan akhirnya membuatkan mie goreng untuk saya. Lalu saya
tepar entah untuk berapa lama hingga akhirnya Cumi dan Shaddam datang. Hari mulai
sore, teman-teman yang lain belum juga turun. Ada rasa khawatir takut terjadi
sesuatu pada mereka, tapi saya berpikir positif saja, Allah pasti menjaga
menjaga mereka. Selepas ashar saya memutuskan untuk memasak. Agar saat team
turun mereka bisa langsung makan dan beristirahat. Saat itu di kantong logistik
masih terdapat sayuran, menu makan saat itu saya buatkan capcay dan dendeng. Oia,
saya juga membuat goreng bakwan yang ternyata laku banget loh. Akhirnya sekitar
pukul setengah 5 sore team sampai di camp, Alhamdulillah. Senang rasanya
melihat mereka, walaupun terlihat lebih gelap dari sebelumnya karena pasti
mereka terbakar matahari haha. “nyampe puncak teh?” Tanya saya pada Teh Rini. “Alhamdulillah
sampe” jawabnya sumringah. Ada rasa sesal kenapa saya gak bisa ke puncak, tapi
ahsyudalah lain waktu pasti bisa insya allah.
Merekapun satu persatu makan, senang rasanya melihat masakan
saya dinikmati. Rencananya hari itu kami akan melanjutkan perjalanan ke segara
anak. Tapi kondisi tidak memungkinkan. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap
lagi semalam di plawangan sembalun dan melanjutkan perjalanan besok. Malam itu
kembali hening, team memilih untuk istirahat lebih cepat. Saya tahu bagaimana
lelahnya mereka hari ini. Hari ini berlalu sangat cepat. Saya gagal
menginjakkan kaki di Anjani, tapi saya berhasil menaklukan ego saya untuk
tidak memaksakan muncak hehe (tahu diri soalnya sikond gak memungkinkan banget)
Day 4, 27 Mei 2014 Menuju Segara Anak
Pukul 4 subuh kami sudah selesai packing. Kami akan
melanjutkan perjalanan ke Segara Anak. Danau diatas ketinggian 2000mdpl.
Menurut pendaki lain, hanya butuh waktu 3j am untuk mencapai kesana dari
Plawangan Sembalun. Selepas shalat subuh kami bergegas meninggalkan Plawangan
Sembalun menuju Danau Segara Anak. Tak lupa tempelan koyo di hidung yang
menjadi khas dari team kami, haha.
Perlahan kami menyusuri jalan setapak. Udara scukup dingin
sehingga mengharuskan saya memakai celana double dan jaket serta slayer. Trek
menurun dan berbatu. Kami harus hati-hati agar tidak tergelincir dan terjatuh.
Jalur turun menuju Segara Anak ini cukup jelas. Kita hanya tinggal mengikuti
jalan setapak berbatu dan jangan coba untuk melenceng darisitu. Jalur juga
sudah berupa tangga yang disusun dari batuan. Memang cukup curam dan berbahaya,
namun dijalur ini sudah disediakan pegangan dari besi disetiap sisi. Ketika
hari mulai terang saya mulai kegerahan sehingga saya harus melepaskan celana dan
jaket saya sementara yang lain sudah jauh jalan didepan. Seperti biasa, Yoss
dan Abang selalu setia menemani saya, juga Teh Rini yang pada saat itu sudah
mulai merasa kakinya sakit berjalan lebih lambat dari biasanya, kami berempat
berada jauh dibelakang.
Saya sangat menikmati perjalanan ini. Selain mata saya
dimanjakan dengan keindahan Rinjani, saya juga bersyukur saya bisa melakukan
perjalanan ini. Ditambah dengan mereka-mereka yang menemani saya. Saya
bersyukur karena tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk melakukan
perjalanan ini. pagi itu cukup cerah, mentari mengiringi setiap langkah kaki
kami. Perjalanan dari Plawangan Sembalun menuju Segara anak saya rasa cukup
menyenangkan. Dengan celotehan dan candaan saya dengan Abang yang saya rasa
sudah lama kami tidak seperti ini. trek mulai landai, namun cukup membuat hati
kesal karena ternyata treknya panjang dan memutar. Segara anak sudah terlihat,
kami senang bukan kepalang. Saya mencoba berlari-lari kecil walau pada akhirnya
kelelahan juga. “surga” ucap saya dalam hati. Melihat keindahan didepan mata
saya seperti ini bagaikan mimpi. Kok ada ya tempat semacam ini. Allah,
terimakasih.
Tepat pukul Sembilan saya, Abang, Teh Rini dan Yoss sampai
di Segara Anak. Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Disana saya melihat
rombongan Maisa sedang packing, mereka mau melanjutkan perjalanan turun. Say
hai sebentar lalu kemudian pamit untuk menuju camp kami. Posisi camp kami
sangat strategis. Pemandangan danau yang indah Nampak jelas apabila kita
berdiam diluar tenda. Mattress saya gelar, lalu mulai merebahkan diri. Saya
bahagia. Berada ditempat seindah ini bersama dengan mereka. Siang itu kami
bersantai, karena memang tidak terlalu dikejar waktu. Besok subuh kami baru
akan turun menuju Plawangan Senaru. Kak Hilwan, Yoss, Shaddam dan Cumi mereka
sibuk membuat pancingan. Danau segara anak katanya ikannya banyak, maka mereka
berniat untuk memancing. Abang sibuk membuat jemuran. Saya, Teh Rini dan
sebagian lainnya menyiapkan logistik untuk makan siang. Saat itu persediaan
logistik kami hanya tinggal telur, kentang, biihun, wortel, kol, dan beberapa
bungkus mie instan. Kami harus mengatur strategi agar logistik sebanyak itu
cukup sampai besok siang. Akhirnya siang itu kami memutuskan untuk memasak
kentang balado dan telur dadar. Oia, saya lupa kalau beberapa teman lain ada
yang sedang memancing, saya harap ada beberapa ikan yang bisa mereka tangkap
untuk lauk kami makan.
Ketika saya dan teman lainnya sedang memasak, tiba-tiba
dikagetkan oleh teriakan Cumi. “asik oyyy asiiikkk dapet ikan banyak”. Saya dan
Teh Rini bertatapan, kami sepemikiran, nanti malam kita akan bakar ikan.
Kemudian Fahmi muncul dari balik tenda sembari memegangi botol aqua gelas lalu
memperlihatkan kepada kami “nih liat dapet ikan banyak”, ucapnya dengan bangga.
Baby fish. “cumiiiiiiiii kirain beneran dapet ikan banyak” teriak saya. “ini
juga banyak kan” balasnya. Seketika kami semua tertawa terbahak karena kejadian
itu. Sedikit kecewa karena ternyata yang didapat hanya baby fish, gagal deh
bakar-bakar ikan nanti malam. Namun akhirnya baby fish itu kami goreng,
disantap bersama bakwan yang kami buat. Kami juga membuat pudding loh, pudding
coklat leci ditambah fla. Hmmmm yummy.
Siang itu kami makan lahap sekali. Walaupun dengan nasi dan
lauk seadanya rasanya sangat nikmat. Ditambah dengan pemandangan yang indah
membuat kami merasa sedang bertamasya (emang bener rasanya kayak lagi piknik).
Setelah makan kami menghidangkan menu mepncuci mulut. Pudding coklat leci
diguyur dengan fla sudah terbayang dipikiran saya, tapi semua itu buyar ketika
fla yang ada di gelas tumpah mengenai mattrass. Entah siapa pelakunya tapi yang
pasti membuat kami memakan pudding layaknya memakan awug, dicomot (awug adalah
sejenis makanan khas sunda yang terbuat dari tepung beras ditambah gula merah
dan kelapa parut). Saling mengolesi muka dengan tumpahan fla, tawa kami saat
itu sangat lepas sehingga menarik perhatian oranglain ahahahahha.
Selesai makan kami siap untuk berfoto. Mengabadikan moment
kebersamaan kami. Dan kegilaan-kegilaanpun dimulai. Nampak hari itu kami sangat
bahagia sekali. Selalu saja ada hal yang membuat kami tertawa. Selepas ashar
para lelaki memutuskan untuk mandi ke sumber air panas. Sementara saya dan Teh
Rini memutuskan untuk tetap berdiam di tenda. Saya dan Teh Rini merasa masih
lapar, akhirnya tanpa sepengetahuan para lelaki yang sedang asyik berendam air
panas itu kami berdua membuat mie goreng super pedas ahahahhaha (kualat,
besoknya Teh Rini mencret-mencret).
Sebelum maghrib mereka sudah kembali ke camp. “ah na kamu
nyesel gak ikut ke air panas, ada air terjun bagus hayoh” ucap Yoss. Kalau dipikir
sayang juga sih gak kesana, udah mah gak sampe puncak, gak nyobain sumber air
panas juga, tapi ahsyudalah. “ialah nanti aja lagi kalau kesini, haha” balas
saya. Setelah shalat maghrib kami berkumpul di depan tenda. Abang sebagai
divisi penyuluhan a.k.a perapian sudah siap dengan tugasnya, tadi sore dia
sudah berhasil mengumpulkan ranting-ranting pepohonan untuk api unggun. Malam itu
kami berkumpul, bercerita, bercanda sambil menyiapkan untuk makan malam. Malam itu
kami harus menerima kenyataan kalau menu makan malam hanya dengan omelet mie
telor saja. Setelah selesai makan kami membagi tugas untuk beres-beres, ada
sebagian yang mengambil persediaan air, ada yang mencuci peralatan masak
sementara saya dan Teh Rini menyiapkan makanan untuk bekal besok. Membuat pudding
dan membuat bihun goreng. Perapian mulai padam. Gelap. Kami semua masuk ke
tenda masing-masing untuk beristirahat. Ini malam terakhir di Rinjani, besok
kami akan turun melalui jalur Plawangan Senaru menuju pemukiman penduduk.
![]() |
view menuju segara anak |
![]() |
segara anak dari jalur |
jalur menuju segara anak |
![]() |
jalur menuju segara anak |
![]() |
kayak ranukumbolo ya? |
![]() |
jembatan menuju segara anak |
![]() |
segara anak |
![]() |
danau segara anak |
![]() |
selfie sukaesih |
![]() |
another part of crazy |
![]() |
eksis di segara anak |
Day 5, 28 Mei 2014 Turunan Yang Menanjak
Seperti biasa, team kami selalu melakukan perjalanan selepas
subuh. Usai shalat subuh dan packing kami bersiap untuk meninggalkan Segara
Anak. Semua barang-barang yang dirasa akan memberatkan saya titip pada teman
yang lain, begitu juga dengan Teh Rini. Cariel kami dibiarkan ringan agar tidak
terlalu kesulitan menghadapi medan perjalanan nanti. Sekitar pukul 5 pagi kami
beranjak pergi. Meninggalkan Segara Anak yang pada saat itu masih banyak sekali
tenda berdiri. Kami mulai berjalan persis di tepi danau. Melewati jalan setapak
yang berbatu. Orang bilang jalur lewat sini curam sekali, makanya banyak yang
lebih memilih jalur turun kembali ke Plawangan sembalun. Sebelum melewati trek
yang menurun, kami harus melewati trek yang menanjak dahulu. Dari ketinggian
2000mdpl kami harus menanjak menuju ke ketinggian 2700mdpl, lalu kemudian trek
menurun. Tidak mau melewatkan detik-detik terakhir perjalanan kami habiskan
dengan banyak bercanda, sehingga lebih banyak istirahatnya daripada jalannya.
Tiga
jam berjalan kami sampai disebuah dataran yang banyak bongkahan batu. Seperti situs
megalitikum gunung padang yang berada di Cianjur. Bongkahan-bongkahan batu itu
berserakan. Indah. Ah sayang, handphone saya ditaruh didalam cariel sehingga
saya tidak bisa mengabadikan atas apa yang saya lihat sekarang. Benar-benar
sangat indah.
Sekitar 15 menit kami beristirahat. Perjalananpun dilanjutkan.
Shaddam dan Kak Hilwan memilih berjalan lebih dahulu, dan akan menunggui kami
di Plawangan Senaru. Kang Adam dan Kang Deri menyusul dibelakangnya, lalu
kemudian Saya, Abang Teh Rini, Yoss, Acun, Ghilman, Cumi dan Kang Dwi
dibelakang. Jalur menuju Plawangan Senaru sangat curam. Jalan setapak yang
hanya muat untuk satu orang berjalalan dengan trek berbatu dan persis jurang
disamping kiri. Kami harus ekstra hati-hati karena kalau sudah jatuh tamatlah
riwayat kami. Terkadang trek cukup landai tetapi terkadang trek menjadi sangat
curam sekali sehingga mengharuskan kami melakukan bouldering (teknik memanjat
bebas). Hanya dijalur trek Senaru ini saya mendapati tangga besi. Berterimakasihlah
kalian para pendaki kepada pihak pemerintah Lombok yang dengan senang hati
membuat nyaman jalur trekking.
Sekitar 30 menit menuju Plawangan Senaru kami mendengar
suara-suara teriakan dan menyemangati. Sumber suara ternyata berasal dari para
porter yang memang sengaja membawa pengeras suara. Sesekali mereka memutarkan
lagu yang kami tidak mengerti bahasanya. Itu cukup menyenangkan, dan membuat
kami lebih semangat berjalan. Oia, diperjalanan kami seringkali berpapasan dengan
warga asing, dan saling menyapa. Hal itu malah menjadi bahan bercandaan kami,
karena kami menjadi berbicara menggunakan Bahasa Inggris sekenanya sepanjang
jalan.
Sekitar pukul sebelas kami sampai di Plawangan Senaru. Siang
itu cukup terik, panas menyengat sekali. Tapi pemandangan dari atas sini
sungguh luar biasa, subhanallah. Segara Anak dan Gunung Barujari Nampak terlihat
jelas dari atas sini. Tidak ingin melewatkan momen berharga ini segera kami
mengeluarkan kamera masing-masing lalu kemudian berpose. Setelah itu kami
makan. Makan siang sederhana namun nyatanya sangat special. Menunya hanya satu
mangkuk bihun goreng yang saya buat semalam. Ditambah desertnya pudding coklat
dan buah nanas. Nikmat sekali. Oh, di Plawangan Senaru ternyata banyak monyet
berkeliaran loh. Mereka gak ganggu kok, baik.
Persis tengah hari kami melanjutkan perjalanan. Dari sini
trek yang kami lalui mulai menurun. Trek berpasir sampai dengan Pos 3. Di trek
menurun ini saya cukup lincah haha, maksudnya lebih cepat daripada menanjak
(yaiyalah), meninggalkan Teh Rini dibelakang. Dari Pos # sampai akhir
vegetasinya mulai rapat, teduh karena pohon-pohonnya tinggi. Pukul 3 sore kami
baru sampai di Pos 2, sengaja istirahat lama disini karena terdapat sumber air.
Lalu melanjutkan perjalanan sampai di Pos extra. Kami memutuskan untuk berhenti
lagi untuk shalat. Di Pos extra kami bertemu dengan pendaki lain, bapak-bapak
paruh baya dengan anaknya berdua. “dulu saya dosen, tapi pensiun muda karena
terlalu banyak diprotes oleh mahasiswa saya. Kebanyakan ngetrip soalnya
daripada mengajar, ini anak saya yang paling besar, masih kuliah di Jogja”
ceritanya kepada kami sambil menunjuk putranya yang duduk disebelahnya. Kami hanya
angguk-angguk mendengar cerita si bapak yang sudah bepergian kemana-mana. Sempat
saya berpikir “kelak nanti saya akan ajak anak juga dalam perjalanan saya”. Kami
juga bertemu dengan seorang bapak yang hanya melakukan trip ini sendiri, berdua
dengan porternya. Beliau tidak mendaki menju puncak, hanya sampai di danau
saja. “iseng aja lagi libur pingin main ke danau”, tuturnya. What? Menuju Segara
Anak beliau hanya bilang iseng? Asik sekali rupanya menjadi bapak-bapak seperti
itu. Beliau juga meng-imami kami shalat tadi. Senang bertemu dengan anda pak.
Waktu itu tim yang tersisa dibelakang hanya Saya, Abang, Teh
Rini, Yoss, Ghilman dan Kang Deri. Yang lain sepertinya sudah sampai sementara
kami berenam masih diperjalanan. Candaan dan teriakan teriakan kami lontarkan. Ghilman,
pada saat it uterus berkicau tetntang keinginannya kalau nanti sudah sampai
kota, makan bakso bening pedes ditambah cuka. Yoss ingin memborong semua
minuman dingin yang ada di indomaret. Kang deri ingin makan di Kfc Bandara. Teh
Rini ingin makan bakso yang pedes. Dan saya juga ingin sekali bakso pedas
ditambah es kelapa. Sluuurrrpppppp. Menuju
Pos 1 kurang lebih 30 menit, istirahat sebentar lalu melanjutkan perjalanan. Headlamp
mulai kami nyalakan. Trek dari Pos 1 menuju pintu Senaru cukup landai. Sekitar 100
meter menuju pintu keluar, ternyata kami disusul oleh Kang Hilwan dan Kang Adam
dengan membawakan teh manis. So sweet sekali mereka rupanya. Disitu terdapat
pendopo, warung dan kamar mandi. Tim sudah berkumpul semua sekarang. Alhamdulillah.
Setelah shalat maghrib kami melanjutkan lagi perjalanan. Masih harus berjalan
ternyata, karena masih jauh untuk menuju pemukiman. Saya berjalan paling
belakang, ditemani oleh Yoss. Jalanannya sangat gelap dan ternyata masih sangat
jauh. Sempat merengek ingin menangis karena gak sampai-sampai tapi malu ahaha,
ditambah jempol kaki yang mulai terasa lecet, membuat saya berjalan lambat
sekali seperti keong. “gak berasa ya Yoss ini malem terakhir kita disini” ucap
saya memecahkan keheningan. “ia gak berasa, cepet banget ya” timpalnya. Sembari
mengobrol akhirnya kami sampai di pemukiman, sudah ditunggu oleh semua tim dan
sudah dijemput juga oleh angkutan yang akan membawa kami ke homestay. Semua barang
dinaikan ke pick up, kami naik lalu kami diantarnya ke homestay milik Pak
Nursaat. Sebuah ruangan berukuran sekitar 4x3m, kami taruh semua barang dan
kemdudian berleyeh-leyeh. Ternyata kami sudah disediakan makan oleh tuan rumah.
Alhamdulillah, malam itu kam makan enak pakai piring ahahhaha. Selesai makan
kami sibuk sendiri-sendiri. Ada yang langsung tidur, ada yang bermain gadget,
ada yang mandi, ada juga yang sedang mengingat masa lalu ahahhaha.
Malam itu adalah kali pertama saya mandi tengah malam, tepat
jam 12. Tapi gak berasa dingin, yang ada hanyalah kesegaran wkwkwkkwk. Ini adalah
malam terakhir saya di Lombok. Berhubung saya tidak bisa ikut yang lain untuk
melanjutkan liburan ke pantai. Saya senang dengan perjalanan ini. Enam hari
lima malam bersama mereka begitu cepat berlalu. Banyak sekali pelajaran dan
kenangan yang saya dapat. Maaf terlalu banyak merepotkan kalian. Maaf karena
telah menyusahkan. Terima kasih untuk kebaikan, kesabaran, dan pengertian
kalian kepada saya. Saya gak akan pernah lupa. Terima kasih telah menjadi
bagian dan saksi di perjalanan saya kali ini. mudah-mudahan masih ada
perjalanan selanjutnya yang bisa kita lakukan bersama. Terimakasih. Malam terakhir
ini kami tidur dilantai dan atap yang sama. Rasanya enggan menuju hari esok
karena saya akan berpisah dengan mereka. Ayah bilang, “Tenang saja, perpisahan
tak menyedihkan, yg menyedihkan adalah, bila habis itu saling lupa”, please
jangan lupa sama aku ya gaiss. Aku yang pernah nyusahin dan bikin kalian kesel
ahahahhaha
![]() |
tangga besi di jalur senaru |
![]() |
jalur menuju plawangan senaru |
monyet di plawangan senaru |
![]() |
ini yang disebut kebersamaan |
kalian harus kesinii, gak akan nyesel |
![]() |
trek turunan menuju pintu senaru |
view segara anak dari plawangan senaru |
Day 6, 29 mei 2014 saatnya tubbie berpisah
Pagi itu, setelah sarapan pagi kami siap diantar oleh Pak
Udin menuju Bandara (saya, Kang Adam, Teh Rini dan Kak Hilwan). Sementara yang
lain akan diantar ke pelabuhan bangsal karena akan langsung menuju ke Gili
Trawangan. Tidak banyak yang kami lakukan di dalam elf, hanya tertidur dan
sesekali mengomentari foto-foto yang sedang dilihat. Pukul 9 pagi kami sampai
di Bangsal. Waktunya tubbie berpisah, aaahhhhh sedih deh gak bisa ikut mantai. Perjalanan
dilanjutkan, hanya kami berempat ditambah Pak Udin sebagai supir dan anaknya. Mampir
sebentar untuk sekedar membeli buah tangan lalu kemudian tancap gas menuju
bandara. Pukul setengah 12 kami sampai di bandara, pamit kepada pak udin lalu
kemudian pergi. “teh kita ngebakso yuk” ajak saya kepada Teh Rini ketika
melewati tempat makan di bandara. Akhirnya keinginan saya tercapai, bakso dan
es kelapa hahahhaha.
Lombok terima kasih untuk 6 hari ini. Rinjani terimakasih
untuk perjalanan hati ini, dan team koyo, terima kasih banyak kalian Ruar
Biasaaaaaa. Seberapapun uang yang dikeluarkan, tidak akan bisa membayar
kebahagiaan yang saya dapat sekarang.
see u at the next diyana on vacation guys :)
oh my counterpain, mau ngakak gak enak sama yang nolonginnya
BalasHapusAku juga sebenernya ingin ngakak, kok iso itu orang mikir begitu ahahahaha
Hapus*mampir doang,
BalasHapussekalian minta oleh-olehnya
eta jalur ke puncaknya ngeri pisan euy
BalasHapusKayaknya team koyo harus nulis semua nih... tapi (aku) males ding haha
BalasHapuskeren keren :D di tunggu postingannya lagi di :D
BalasHapustjumy bikin juga atuh hehe
On progres teh :) *barubukalaptop haha
HapusTeh ocy: keep reading ya teh ;)
Hapuscumi: nulis dong nulis, kamu akan tenggelam kalau gak nulis *apasih
Hwaaaa... Itu syal yang kita beli bersama... :')
BalasHapusKapan jalan bareng lagi? :')
hehe ia mbak, sekarang itu jadi barang bawaan wajib kalau ngetrip :)
Hapusayooo kapan kita kemana lagi nih :d